Korupsi Politik, Jenis Korupsi Paling Berbahaya
Berita

Korupsi Politik, Jenis Korupsi Paling Berbahaya

Korupsi politik biasanya dilakukan oleh para pejabat negara yang melakukan korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya.

CR-7
Bacaan 2 Menit
Korupsi Politik, Jenis Korupsi Paling Berbahaya
Hukumonline

Political corruption atau korupsi politik adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mempunyai kekuasaan politik. Sifat berbahayanya korupsi politik lebih dahsyat daripada korupsi biasa. Hal ini diungkapkan oleh Artidjo Alkostar, Ketua Muda Pidana Mahkamah Agung, dalam seminar “Agenda dan Komitmen Pemberantasan Korupsi di Lembaga Ekseskutif, Yudikatif, dan Legislatif”, yang diselenggarakan oleh The Habibie Center.

 

Artidjo mengungkapkan bahwa korupsi politik merupakan pelanggaran terhadap hak asasi rakyat. “Pemangku kepentingan dari korupsi politik adalah rakyat,” tukasnya. Lebih lanjut, Artidjo menjelaskan bahwa secara yuridis kekayaan yang dikorupsi adalah kekayaan negara. Sedangkan secara umum, korupsi politik mengambil hak-hak strategis rakyat.

 

Korupsi politik sendiri oleh Artidjo diartikan sebagai korupsi yang dilakukan oleh presiden, kepala negara, ketua atau anggota parlemen, dan pejabat tinggi pemerintahan. Masih menurut Artidjo, korupsi politik dapat terjadi karena adanya kekuasaan politik yang melekat pada diri si pelaku, dengan menyalahgunakan kewenangan, sarana, atau kesempatan dalam upaya memperkaya atau menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi.

 

Sementara Gayus Lumbuun, Anggota Komisi III DPR RI 2009-2014, mengungkapkan bahwa perilaku koruptif, khususnya pada anggota dewan, dikarenakan adanya aturan-aturan yang memungkinkan terjadinya korupsi itu sendiri. Gayus mengungkapkan bahwa anggota dewan memiliki berbagai kewenangan yang di dalam setiap proses penggunaan kewenangan itu memungkinkan terjadinya penyalahgunaan, misalnya dalam pembentukan suatu undang-undang. Dengan kata lain, Gayus ingin mengungkapkan bahwa kewenangan yang melekat pada anggota dewan, merupakan peluang untuk terjadinya korupsi.

 

Gayus memaparkan paling tidak ada empat faktor determinan praktik korupsi di DPR, yaitu faktor mental politik anggota dewan, struktural, instrumental, dan kultural. Menurut Gayus, faktor mental politik anggota dewan harus dikedepankan. Karena, justru faktor individulah yang sangat dominan di dalam perilaku koruptif dewan.

 

Untuk itu, Gayus memandang perlu ditegakkannya kode etik di seluruh sektor publik. Di DPR sendiri, Badan Kehormatan dapat memberikan sanksi berupa teguran hingga pemecatan kepada anggota dewan yang ditenggarai melanggar kode etik.

Halaman Selanjutnya:
Tags: