Akil Divonis Hari Ini, Pengacara Berharap Berkah Ramadhan
Berita

Akil Divonis Hari Ini, Pengacara Berharap Berkah Ramadhan

Peluang lolos berat bila melihat putusan tersangka lain yang terkait dengan kasus ini.

ANT
Bacaan 2 Menit
Mantan Ketua MK Akil Mochtar. Foto: RES.
Mantan Ketua MK Akil Mochtar. Foto: RES.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dijadwalkan menghadapi vonis pada hari ini dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait pengurusan 10 sengketa pilkada di MK dan tindak pidana pencucian uang.

"Persiapannya hanya doa saja, semoga di awal Ramadhan ini Allah membukakan pintu maaf dan keadilan buat Pak Akil," kata pengacara Akil, Adardam Achyar melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Senin (30/6).

Akil pada hari ini rencananya akan menghadapi sidang vonis pada pukul 13.00 WIB. Akil dalam perkara ini dituntut maksimal yaitu pidana seumur hidup dan denda Rp10 miliar.

"Harapan ada, tapi kalau melihat putusan tersangka yang lain jadi berat," kata pengacara Akil lain, Tamsil Sjoekoer melalui pesan singkat.

Terkait perkara ini, sudah ada sejumlah pihak yang dijatuhi vonis yaitu mantan anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar Chairun Nisa yang divonis penjara selama 4 tahun dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan karena menjadi perantara bagi Akil dalam pemberian hadiah terkait sengketa pilkada kabupaten Gunung Mas di MK.

Selanjutnya, Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan tim suksesnya Cornelis Nalau yang terbukti memberikan suat Rp3 miliar kepada Akil sehingga dijatuhi vonis 4 tahun dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan sedangkan Cornelis Nalau diputus penjara 3 tahun denda Rp150 juta subsider 3 bulan.

Kemudian, advokat Susi Tur Andayani divonis bersalah menjadi perantara pemberi suap kepada Akil Mochtar terkait sengketa pilkada Lebak dan Lampung Selatan dan dihukum selama 5 tahun dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan Hingga pengusaha Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dipidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan karena dianggap terbukti sebagai pemberi suap dalam sengekta pilkada Lebak sebesar Rp1 miliar dan pilkada Banten senilai Rp7,5 miliar.

Akil dituntut dengan enam dakwaan, yaitu pertama adalah pasal 12 huruf c Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang hakim yang menerima hadiah yaitu terkait penerimaan dalam pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas, Lebak, Pelembang dan Empat Lawang.

Dakwaan kedua juga berasal dari pasal 12 huruf c Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP yaitu penerimaan dalam pengurusan sengketa pilkada Lampung Selatan, Buton, Morotai, Tapanuli Tengah.

Dakwaan ketiga berasal dari pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koruspi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji dalam sengketa pilkada Jawa Timur dan kabupaten Merauke, kabupaten Asmat dan kabupaten Boven Digoel.

Dakwaan keempat juga berasal dari pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koruspi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP dalam pengurusan sengketa pilkada Banten.

Dakwaan kelima adalah pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP mengenai tindak pidana pencucian uang aktif hingga Rp161 miliar saat menjabat sebagai hakim konstitusi periode 2010-2013.

Dakwaan keenam berasal dari pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No 25 tahun 2003 jo pasal 65 ayat 1 KUHP karena diduga menyamarkan harta kekayaan hingga Rp22,21 miliar saat menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari fraksi Golkar 1999-2009 dan ketika masih menjadi hakim konstitusi di MK pada periode 2008-2010.
Tags:

Berita Terkait