Aktivis Pendamping Petani Raih Yap Thiam Hien Award 2015
Berita

Aktivis Pendamping Petani Raih Yap Thiam Hien Award 2015

Handoko Wibowo memilih menutup firma hukumnya dan serius mengabdikan dirinya seratus persen sebagai aktivis pendamping petani.

NNP
Bacaan 2 Menit
Handoko Wibowo (paling kiri) saat menerima Yap Thiam Hien Award. Foto: RES
Handoko Wibowo (paling kiri) saat menerima Yap Thiam Hien Award. Foto: RES
Adakah kiranya orang yang rela meninggalkan hidupnya yang mapan dan memilih untuk hidup yang jauh dari kenyamanan? Jawabannya mungkin tidak banyak. Tapi, itulah yang dilakukan oleh Handoko Wibowo. Ia rela ‘keluar’ dari kehidupannya yang nyaman untuk mengabdikan dirinya sebagai pendamping bagi para petani di wilayah Kabupaten Batang, Jawa Tengah. 

Keputusan Handoko itu dilatarbelakangi oleh satu kejadian yang dialaminya belasan tahun silam. Sekira awal tahun 1999, sejumlah petani yang juga menjadi tetangga rumahnya mengamuk dan merusak rumah salah seorang mandor perusahaan swasta. Melihat keadaan itu, Handoko yang saat itu masih aktif sebagai pengacara mengambil inisiatif untuk berdialog.

Singkat cerita, dari hasil dialognya dengan para petani, terungkap bahwa para petani di kampungnya ternyata diperas oleh mandor perusahaan swasta. Sejak itulah, Handoko sadar betul kalau para petani, khususnya di sekitar wilayah tempat tinggalnya butuh pendampingan. Dan sejak saat itu juga, ia memutuskan untuk menjadi aktivis dan pendamping petani.

Keseriusan Handoko menjadi aktivis dan pendamping petani juga ia buktikan salah satunya dengan menutup firma hukumnya. Terhitung sejak tahun 2001, ia sudah tidak berkantor lagi sebagai pengacara demi fokus yang lebih besar pada petani-petani yang didampingi olehnya. Bahkan, tujuh tahun setelah menutup firma hukumnya, ia justru membentuk wadah untuk para petani yang dinamainya dengan “Omah Tani”.

Di Omah Tani, ia melakukan berbagai macam kegiatan mulai dari pengorganisasian dan pendampingan hukum bagi para petani. Di tempat ini pula, selain melakukan pendampingan hukum, ia mengorganisasi ribuan petani di Batang agar melek terhadap informasi lewat ‘sekolah politik’ yang digelarnya. Selain itu, ada hal menarik dari kerja yang dilakukannya saat melakukan pendampingan hukum ketika ada konflik pertanahan.

Umumnya, konflik pertanahan diselesaikan dengan cara-cara yang cenderung ‘kasar’. Akan tetapi, di tangan Handoko, gaya advokasi yang ia terapkan adalah cara-cara yang elegan. Ia sangat yakin kalau cara dialogis, anti kekerasan, dan keadilan bagi semua pihak menjadi kunci keberhasilan saat menangani konflik pertanahan.

Buktinya, usaha yang gigih itu berbuah manis. Misalnya, konflik yang dialami petani dengan pihak Perhutani sejak tahun 1965 yang tak kunjung usai bisa ditangani olehnya. Sekira tahun 2007, melalui cara ‘elegan’ nya itu, ia berhasil bersepakat dengan pihak Perhutani dan menandatangani Memorandum of Understanding (MoU). Tak hanya itu, semenjak tahun itu juga, sebanyak tiga kali distribusi tanah kepada para petani telah berhasil dilakukan.

Atas kerja kerasnya selama berpuluh tahun itu, akhirnya Yayasan Yap Thiam Hien menganugerahi Handoko dan didaulat sebagai penerima Yap Thiam Hien Award 2015. Saat diwawancarai, Handoko sangat terkejut dan mengaku tidak menyangka akan menerima award ini. Pasalnya, selama ini ia melakoni pekerjaanya dengan tulus tanpa keinginan untuk mendapat penghargaan semacam ini.

“Saya juga advokat dan mendengar nama Yap Thiam Hien saya langsung merinding. (Ini penghargaan) besar sekali,” ucap Handoko saat diwawancara, Kamis (14/1).

Baginya, penganugerahan ini membuatnya merasa diperhatikan. Sebab, kerja-kerja yang dia lakoni ini adalah kerja yang tidak populer dan jauh dari kesan profesional. Ia yakin penghargaan semacam ini akan menjadi spirit bagi orang banyak untuk terus bekerja. Selain itu, penghargaan ini bisa menjadi pengingat buat orang banyak tentang pesan dan cita-cita Yap Thiam Hien: Bahwa menjadi manusia harus berpikir tentang orang lain.

“Penghargaan apa pun namanya menjadi inspirasi banyak orang untuk percaya pada jalur dan rute yang dia lakukan. Oh ternyata kerjanya diperhatikan orang lain. Itu penting,” tuturnya.

Salah seorang dewan juri yang mewakili Dewan Pers, Yoseph Andi Prasetyo, mengatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan Handoko hampir 25 tahun lamanya itu, telah memberi dampak dan inspirasi kepada banyak orang untuk membuat gerakan yang sama. Oleh karenanya, ia menilai sosok Handoko punya capaian yang lebih dari kandidat award lainnya.

“Handoko Wibowo telah bekerja dalam gerakan Demokrasi dan HAM sejak awal tahun 1990-an (sudah sekitar 25 tahun) secara konsisten. Dampak kerjanya telah terlihat dan memiliki pengaruh yang luas dalam membangun kekuatan masyarakat sipil, terutama di lingkungan petani dan buruh,” kata Yoseph.

Untuk diketahui, sejak tahun 1992, Yayasan Yap Thiam Hien setiap tahunnya rutin memberikan penghargaan di bidang HAM kepada individu, kelompok, atau lembaga yang selama bertahun-tahun berdedikasi di bidang pembelaan HAM. Penerima Yap Thiam Hien Award tiap tahunnya merupakan individu atau kelompok yang sulit dibantah peran, kiprah, dan kerjanya dalam membela dan mempromosikan HAM.

Tahun 2015 ini, dewan juri yang terlibat diantaranya Dr. Todung Mulya Lubis (Ketua Yayasan Yap Thiam Hien), Dr. Makarim Wibisono (mantan Duta Besar/Wakil tetap RI untuk PBB di Jenewa), Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, MA, APU (Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Clara Joewono  (Pendiri CSIS), dan Yoseph Adi Prasetyo (Dewan Pers).

Yap Thiam Hien Award sendiri diambil dari nama seorang advokat terbaik yang pernah dimiliki bangsa Indonesia, yaitu Mr. Yap Thiam Hien (YTH). Advokat kelahiran 25 Mei 1913 dikenal sebagai advokat berhati baja yang memperjuangkan prinsip-prinsip hukum  berkeadilan dan HAM. Sayangnya, dalam suatu perjalanan ke Brussel, Belgia pada 25 April 1989,ia wafat saat bertugas menghadiri konferensi internasional lembaga donor untuk Indonesia.
Tags:

Berita Terkait