Anggoro Widjojo Dituntut 5 Tahun Penjara
Utama

Anggoro Widjojo Dituntut 5 Tahun Penjara

Anggoro siap dihukum, tapi hanya karena memberikan uang Rp100 juta kepada Yusuf Erwin Faishal.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Anggoro Widjojo. Foto: RES.
Anggoro Widjojo. Foto: RES.
Penuntut umum KPK Andi Suharlis menuntut bos PT Masaro Radiocom Anggoro Widjojo dengan pidana penjara lima tahun dan denda Rp250 juta subsidair empat bulan kurungan. Anggoro dianggap terbukti menyuap MS Kaban, pejabat Departemen Kehutanan (Dephut), dan sejumlah anggota Komisi IV DPR periode 2004-2009.

Tuntutan lima tahun penjara tersebut merupakan ancaman pidana maksimal yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Tipikor. “Berdasarkan uraian pembuktian, kami berkesimpulan seluruh unsur dari pasal tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum,” kata Andi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/6).

Pelarian Anggoro saat proses penyidikan dijadikan sebagai salah satu hal yang memberatkan Anggoro. Andi menguraikan, peristiwa ini bermula ketika Dephut mengajukan usulan persetujuan Rancangan Pagu Bagian Anggaran 69 Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) tahun 2007 senilai Rp4,2 triliun.

Salah satu kegiatan yang akan dilakukan dalam program tersebut adalah Revitalisasi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) senilai Rp180 miliar yang akan dikerjakan PT Masaro. Demi memuluskan persetujuan anggaran SKRT, Anggoro memberikan sejumlah uang kepada sejumlah anggota Komisi IV dan pejabat di Dephut.

Andi mengatakan, setelah mengetahui dokumen anggaran 69 telah dikirimkan ke Departemen Keuangan, Anggoro meminta anaknya, David Angkawidjaya memberikan sejumlah uang kepada Ketua Komisi IV DPR Yusuf Erwin Faishal. Untuk menindaklanjuti permintaan Anggoro, David menghubungi Yusuf Erwin.

Yusuf Erwin meminta David menitipkan uang kepada Sekretariat Komisi IV Tri Budi Utami. Setelah uang diterima, Yusuf Erwin membagi-bagikan uang kepada sejumlah anggota Komisi IV, antara lain Suswono Rp50 juta, Muhtarudin Rp50 juta, dan Nurhadi M Musawir Rp50 juta. Masih ada uang lain yang diberikan Anggoro kepada Yusuf Erwin.

Uang diserahkan kepada Muhtarudin di restaurant Din Tai Fung Pasific Place, Jakarta. Selanjutnya, uang dibagi-bagikan kepada anggota Komisi IV, seperti Fachri Andi Leluasa Sing$30 ribu, Azwar Chesputra Sing$5000, Hilman Indra Sing$20 ribu, Muhtarudin Sing$30 ribu, dan Sujud Sirajudin Sing$20 ribu.

Selain itu, lanjut Andi, Anggoro memberikan sejumlah uang kepada Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban karena telah diajukannya pengesahan anggaran 69 ke Menteri Keuangan. Sepanjang Agustus 2007-Februari 2008, Kaban melalui telepon dan SMS meminta Anggoro memberikan uang.

Pada 6 Agustus 2007, Anggoro menerima SMS dari Kaban yang meminta uang AS$15 ribu. Anggoro menukarkan valuta asing senilai AS$15 ribu untuk diberikan kepada Kaban di rumah dinasnya. Pada 16 Agustus 2007, Kaban kembali menelepon Anggoro meminta uang AS$10 ribu. Anggoro lalu memberikan melalui David.

Selanjutnya, pada 13 Februari 2008, Anggoro menghubungi sopir Kaban, M Yusuf untuk mengantarkan uang AS$20 ribu kepada Kaban. Setelah uang dititipkan kepada M Yusuf, Anggoro menelepon Kaban untuk menyampaikan pesanan uang sudah dititipkan ke Yusuf, yang dijawab Kaban, “oke, oke, oke”.

Pada 25 Februari 2008, Anggoro kembali menerima SMS MS Kaban yang intinya meminta Anggoro menyediakan traveller cheque (TC) senilai Rp50 juta. Anggoro lalu memerintahkan Isdriatmoko mengantarkan TC tersebut ke Kaban di Dephut. Selang sebulan, MS Kaban kembali meminta Sing$40 ribu untuk dikirim melalui Yusuf.

Tidak sampai di situ, Kaban meminta Anggoro menyumbang lift untuk Dewan Dakwah. Anggoro kemudian membeli dua unit lift dari PT Pilar Multi Sarana Utama. Gedung Dewan Dakwah tersebut biasa digunakan ormas-ormas pendukung Partai Bulan Bintang (PBB) untuk melakukan kegiatan, dimana Kaban merupakan Ketua Umum PBB.

Andi mengatakan, setelah DIPA 69 diterbitkan, Anggoro menemui Sekretaris Jenderal Dephut Boen Mochtar Purnama untuk memperkenalkan diri sambil memberikan amplop berisi uang AS$20 ribu. Anggoro juga memberikan uang AS$10 ribu kepada Kabiro Perencanaan dan Keuangan Dephut Wandojo Siswanto pada Oktober 2007.

Telepon dan SMS
Penuntut umum Dody Sukmono menjelaskan, walau Anggoro dan Kaban membantah pemberian uang, rekaman percakapan telepon dan SMS menjadi suatu fakta yang tidak terbantahkan. Fakta-fakta itu bukan terjadi secara kebetulan, melainkan suatu rangkaian proses permintaan uang dari Kaban yang kemudian dipenuhi Anggoro.

Dody menjelaskan, alat bukti petunjuk rekaman telepon dan SMS tersebut dikuatkan dengan adanya keterangan ahli suara Joko Sugeng Sarwono dan alat bukti surat berupa pengambilan sample suara yang menyatakan bahwa suara dalam percakapan telepon identik dengan suara Anggoro dan Kaban.

Fakta ini didukung pula oleh keterangan saksi Isdriatmoko dan barang bukti catatan pengeluaran dari rekening Anggoro. “Keterangan Kaban kami nilai sebagai alasan terdakwa dan Kaban untuk menghindari tanggung jawab hukum atas perbuatannya dan keterangan keduanya tanpa didukung alat bukti apapun,” ujar Dody.

Sama halnya dengan bantahan Anggoro mengenai pemberian uang kepada Boen dan Wandojo. Dody menyatakan, meski Anggoro menyangkal memberikan uang, di persidangan Boen dan Wandojo mengakui telah menerima uang dari Anggoro. Hal itu diperkuat pula dengan adanya rekaman telepon antara Anggoro dan Wandojo.

Boen dan Wandojo pun telah mengembalikan uang masing-masing AS$10 ribu ke KPK yang telah disetorkan ke kas negara. Dody menganggap keterangan Boen dan Wandojo lebih dapat diterima secara hukum. Pasalnya, pengakuan Boen dan Wandojo sebenarnya mengandung konsekuensi yuridis terhadap diri kedua saksi.

“Meski disadari hal itu mengandung konsekuensi yuridis, kedua saksi tetap menerangkan hal yang sebenarnya. Keterangan demikian, kami pandang sebagai bentuk kejujuran, sehingga lebih dapat dipercaya dibandingkan keterangan terdakwa. Oleh karena itu, kami berkesimpulan terdakwa telah memberikan uang kepada kedua saksi,” tutur Dody.

Janggal
Pengacara Anggoro, Tomsong Situmeang menganggap ada sejumlah kejanggalan dalam uraian fakta dalam surat tuntutan. “Ambil contoh, penyerahan uang dari David ke MS Kaban. Sama sekali tidak pernah ada rekaman maupun SMS yang menyebut Pak Anggoro menyuruh David menyerahkan uang ke MS Kaban,” terangnya.

Namun, menurut Tomson, penuntut umum tetap menyebutkan Anggoro memerintahkan David menyerahkan uang ke Kaban. Kemudian, mengenai pemberian uang kepada Boen. Meski di persidangan Boen mengaku ada pemberian uang, Anggoro sudah membantah. Tidak ada bukti lain yang menunjukan pemberian uang ke Boen.

Adapun rekaman pembicaraan antara Anggoro dan Wandojo yang dijadikan bukti oleh penuntut umum, lanjut Tomson, tidak serta merta dapat digunakan untuk membuktikan pemberian uang kepada Boen. Tomson menyatakan, seharusnya penuntut umum tidak bisa menjadikan rekaman itu sebagai bukti pemberian uang kepada Boen.

Terkait tuntutan lima tahun penjara, Tomson mengaku tidak ada tanggapan. Ia menilai tuntutan tersebut merupakan tuntutan maksimal yang dapat dimohonkan penuntut umum kepada majelis hakim. Walau Anggoro pernah menyatakan siap dihukum, bukan berarti Anggoro mengaku semua pemberian yang dituduhkan penuntut umum.

“Pak Anggoro bilang sudah siap dihukum, karena Pak Anggoro dengan gentle dan gamblang mengakui menyerahkan uang kepada Yusuf Erwin Faishal terkait ke Meksiko. Bukan berarti Pak Anggoro siap dihukum untuk sesuatu yang tidak dilakukannya. Nanti akan kami kemukakan semua dalam pledoi,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait