Arbiter Harus Mendua
Edisi Lebaran 2010:

Arbiter Harus Mendua

Jangan harap 'besar tiang' dari profesi ini meski dilirik banyak orang.

Inu
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Krisnawenda, para arbiter di BANI maupun di badan arbitrase lain tak mau mencederai keinginan pihak bersengketa memilih arbitrase sebagai jalan penyelesaian sengketa. Keunggulan arbitrase adalah menjaga kerahasiaan sengketa. Dia sampaikan hal itu memang mengadopsi sifat bisnis yaitu menjaga benar hal-hal seperti itu.

 

“Jika media mau merayu arbiter untuk mengungkapkan proses sengketa, tak akan pernah ada informasi itu keluar dari kami,” ungkap Krisnawenda. Iming-iming menggiurkan dia jamin tak akan meluluhkan keteguhan arbiter memendam dalam rahasia pihak bersengketa.

 

Semisal, sengketa percetakan uang antara Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) dengan PT Pura Barutama. BANI memutuskan pada 4 Juli 2002 bahwa Pura harus membayar Rp16,34 miliar pada Peruri.

 

Kasus ini berawal ketika Peruri harus mencetak uang kertas Rp1.000 dan Rp5.000 dari kertas yang dipasok Pura. Hanya saja, mutu kertas Pura menurut Peruri tak memenuhi standar. Sebab, pada saat kertas uang itu diuji cetak Peruri, hasilnya jelek. Kertas menjadi bergelombang dan keriting, letak benang pengamannya pun di luar batas toleransi.

 

Pura tidak terima klaim Peruri. Perusahaan yang berbasis di Kudus ini balik menuding bahwa mesin cetak Perurilah yang sudah tak laik. Sehingga, menghasilkan uang kertas yang tak layak pakai.

 

Perselisihan pun berlarut-larut. Sesuai dengan perjanjian di antara mereka, Peruri membawa masalah itu ke BANI. Hasil arbitrase, Peruri menang. Pura lantas menggugat keputusan BANI kepada Pengadilan Negeri Kudus. Kali ini, Pura yang menang. Peruri lantas mengajukan permohonan kasasi ke MA yang kemudian dikabulkan.

 

Uniknya, media ramai memberitakan pada 2004 kala tahap kasasi. Krisnawenda juga mengelak kalau pasokan informasi berasal dari BANI.

Tags:

Berita Terkait