Aturan Pidana Perkebunan Sesuai Asas Legalitas
Uji UU Perkebunan:

Aturan Pidana Perkebunan Sesuai Asas Legalitas

Pasal 21 jo Pasal 47 UU Perkebunan sudah sangat jelas dan tegas yang telah mengatur perbuatan mana yang dilarang dan apa sanksinya.

ASh
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta. Foto: Ilustrasi (Sgp)
Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta. Foto: Ilustrasi (Sgp)

Ketentuan pidana yang diatur Pasal 21 jo Pasal 47 UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan telah sesuai dengan asas legalitas. “Setelah saya cermati pasal itu tidak ditemukan adanya ketentuan yang bertentangan dengan asas legalitas yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP,” kata Achyar Salmi saat dimintai keterangannya sebagai ahli dalam pengujian UU Perkebunan di Gedung MK Jakarta, Rabu (20/4).

       

Pengujian undang-undang ini diajukan empat orang petani yakni Japin, Vitalis Andi, Sakri, dan Ngatimin menguji Pasal 21 dan Pasal 47 UU Perkebunan dan meminta MK agar membatalkan kedua pasal itu. Sebab, kedua pasal pidana itu kerap digunakan aparat untuk mengkriminalisasi rekan mereka sesama petani. Berdasarkan catatan PIL-Net hingga akhir 2010 terdapat 170 kasus krimininalisasi petani yang berhadapan dengan sejumlah perusahaan kakap.

 

Kedua pasal itu dinilai sumir dan melanggar asas lex certa karena tidak merumuskan secara jelas dan rinci uraian perbuatan pidananya berikut bentuk kesalahannya, sehingga dapat merugikan kepentingan petani. Kedua pasal itu pun dinilai bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945.

 

Achyar berpendapat rumusan Pasal 21 jo Pasal 47 UU Perkebunan sudah sangat jelas dan tegas yang telah mengatur perbuatan mana yang dilarang dan apa sanksinya. “Pasal itu tidak menganut prinsip analogi dan prinsip berlaku surut. Jadi sudah sesuai dengan asas legalitas,” ujar dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu di hadapan majelis pleno yang diketuai Achmad Fadlil Sumadi.

 

Pasal 21 jo Pasal 47 UU Perkebunan juga tidak melanggar asas kepastian hukum. Bahkan, sesuai dengan asas kepastian hukum. Selain itu, pemisahan norma (larangan tindakan administrasi/pidana) dan sanksinya dalam UU Perkebunan itu adalah lazim dalam hukum pidana materil. “Seperti dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,” ujarnya.

 

Dia pun menepis anggapan bahwa UU Perkebunan telah memihak pengusaha.  Sebab, semua rumusan pasal pidana itu diawali dengan frasa “setiap orang” yang berarti siapapun dia bisa dikenakan pasal itu. Hal ini mencerminkan prinsip equality before the law (persamaan di depan hukum) yang merupakan salah satu ciri negara hukum.      

 

UU Perkebunan juga telah membatasi tindakan penguasa dan penegak hukum secara tegas, sehingga tidak bisa bertindak sewenang-wenang. Karena itu, masyarakat tidak perlu takut untuk mengembangkan diri dengan adanya UU Perkebunan. Demikian pula anggota masyarakat tidak boleh melakukan hal-hal yang dilarang oleh UU Perkebunan.          

Tags: