Begini Cara Hukum Thailand Memandang “LadyBoy”
Laporan dari Thailand

Begini Cara Hukum Thailand Memandang “LadyBoy”

Tetap dipandang sebagai laki-laki.

Ali
Bacaan 2 Menit

“Jadi walau apapun, dia tetap wajib jadi Monk (biksu,-red). Itu kewajiban bagi setiap laki-laki di sini (yang beragama Budha,-red). Paspornya juga laki-laki,” tambahnya.

Setiap identitas nasional, lanjut Narendra, juga menyebut jenis kelamin ketika orang itu dilahirkan. “Mereka percaya hukum karma bahwa karmanya memang sebagai laki-laki. Dan negara melindungi itu,” jelasnya.

Gregory Smyth, seorang pengacara dari BSA Law Firm di Thailand, menilai filosofi karma ini yang mengilhami hukum Thailand dalam memandang transgender. Ia mengatakan meski masyarakat memiliki toleransi yang tinggi, tetapi masih sedikit perlindungan hukum kepada kaum transgender, ladyboy atau she-male dalam hukum Thailand.

“Warga Negara Thailand yang transgender secara hukum masih diakui memiliki jenis kelamin saat dilahirkan, walau sebenarnya dia sudah melakukan operasi ganti kelamin,” sebut Gregory dalam tulisannya yang dikutip dari situs distributeyourarticles.com.

Gregory menjelaskan mereka juga tidak bisa menggunakan toilet umum sesuai dengan jenis kelamin barunya.

“Selain itu, mereka tidak bisa menikahi orang yang memiliki jenis kelamin yang sama dengan jenis kelamin mereka ketika lahir. Jadi, pria yang mengubah kelamin jadi wanita hanya dapat menikah secara hukum dengan wanita,” jelasnya lagi.  

Meski begitu, lanjut Gregory, dalam beberapa tahun belakangan ini politik hukum di Thailand lebih memihak kepada perlindungan kaum transgender. Pada 2002, Departemen Kesehatan Mental Thailand telah “mengeluarkan” homoseksual dari daftar penyimpangan mental sesuai dengan hukum Thailand.

Lalu, pada 2007, Konstitusi Thailand sudah secara lebih jauh menegaskan bahwa perlunya kebijakan anti diskriminasi untuk melindungi hak-hak transgender berdasarkan hukum Thailand.

Tags:

Berita Terkait