Direktur Legal Podomoro Sebut Tak Ada Kondisi Mendesak Urus Izin Pembangunan
Berita

Direktur Legal Podomoro Sebut Tak Ada Kondisi Mendesak Urus Izin Pembangunan

Pengurukan yang dilakukan PT Muara Wisesa Samudra di Pulau G baru belasan persen.

NOV
Bacaan 2 Menit
Direktur Legal PT Agung Podomoro Land Miarni Ang seusai diperiksa KPK. Foto: RES
Direktur Legal PT Agung Podomoro Land Miarni Ang seusai diperiksa KPK. Foto: RES
Direktur Legal PT Agung Podomoro Land (APL) Miarni Ang mengatakan tidak ada kondisi mendesak untuk mengurus izin pembangunan di lahan reklamasi Pulau G (Pluit City) oleh PT Muara Wisesa Samudra (MWS). Pasalnya, proses pengurukan Pulau G, jika dipersentasikan baru sampai belasan persen.

"Karenanya, masih perlu waktu agak lama untuk menyelesaikan proses pengurukan dan persiapan pulau untuk menuju tahap berikutnya. Jadi, tidak ada kondisi mendesak untuk tahap pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan izin-izin yang berkaitan dengan tahap pembangunan," katanya usai diperiksa di KPK, Kamis (14/4).

Miarni diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi. Setelah menjalani pemeriksaan, Miarni merasa perlu meluruskan beberapa hal, antara lain mengenai hubungan PT MWS dengan PT APL. Menurutnya, PT MWS bukan lah anak perusahaan PT APL. "Tapi hanya cucu perusahaan," imbuhnya.

Selain itu, mengenai rencana KPK untuk memanggil pemilik PT APL, Trihatma Kusuma Haliman, Miarni menegaskan, Trihatma bukan merupakan pengurus, direksi, komisaris, atau pemegang saham dari PT MWS. Sejak lama, Trihatma sudah berangsur menyerahkan dan mempercayakan PT APL maupun anak perusahaan kepada personil profesional.

Bahkan, sejak tahun 2015, Trihatma tidak lagi menjabat sebagai direksi dan komisaris PT APL. Ketika ditanyakan mengenai uang Rp2 miliar yang diduga diberikan Presiden Direktur PT APL, Ariesman Widjaja kepada Sanusi, Miarni tidak menjawab. Begitu pula ketika ditanyakan mengenai kapan izin lokasi PT MWS diterbitkan.

Di lain pihak, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang juga diperiksa sebagai saksi, mengaku tidak mengetahui banyak soal pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang tengah dibahas Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan DPRD DKI Jakarta.

Dua Raperda yang dimaksud adalah Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Pembahasan kedua Raperda itu beberapa kali "gagal" karena belum ada kesepakatan Pemprov dan DPRD DKI Jakarta.

Salah satunya, mengenai poin "tambahan kontribusi" 15 persen yang dimasukkan Pemprov DKI Jakarta dalam Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. DPRD DKI Jakarta meminta agar “tambahan kontribusi” diturunkan menjadi 5 persen dan dapat diambil di awal dengan mengkonversi besaran kontribusi tersebut.

Namun, Heru menyatakan dirinya tidak mengetahui soal "tambahan kontribusi" 15 persen dimaksud. Sebab, BPKAD tidak banyak mengikuti rapat pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPRD DKO Jakarta. Apakah dengan penurunan besaran "tambahan kontribusi" akan menurunkan aset Pemprov, Heru menjawab, "Ini kan belum diketok".

Untuk diketahui, KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, baik dari pihak Pemprov, DPRD DKI Jakarta, maupun pengembang. Kemarin, KPK memeriksa Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Sunny Tanuwidjaja, bos Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan, dan Komisaris Utama PT Pelindo II Lambock V Nahattands.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Sanusi, Ariesman, dan Trinanda Prihantoro sebagai tersangka. Ariesman melalui Trinanda diduga memberikan uang sejumlah Rp2 miliar kepada Sanusi yang juga politisi Partai Gerindra. Dari penangkapan Sanusi, KPK menyita uang sejumlah Rp1,14 miliar. KPK kembali menyita uang sekitar Rp850 juta dari ruang kerja Sanusi.

Pemberian uang sejumlah Rp2 miliar dari Ariesman diduga untuk mempengaruhi pembahasan Raperda di DPRD DKI Jakarta. Selain PT MWS, KPK masih mendalami apakah ada pengembang lain yang mempunyai kepentingan dalam pembahasan Raperda. Dan memang terkait reklamasi ini ada beberapa perusahaan yang sudah mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi.

Selain cucu perusahaan PT APL, yaitu PT MWS, anak usaha Agung Sedayu Group, PT Kapuk Naga Indah juga mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi. PT Muara mendapatkan izin untuk pelaksanaan reklamasi pantai di pulau G, sedangkan PT Kapuk di pulau C, D, dan E. Masih ada beberapa perusahaan lain, diantaranya PT Pelindo II.
Tags:

Berita Terkait