Dituntut 6 Tahun Penjara, eks Pegawai KY: Ini Kebijakan Pimpinan
Berita

Dituntut 6 Tahun Penjara, eks Pegawai KY: Ini Kebijakan Pimpinan

Terdakwa tidak terima jika harus menanggung kesalahan seorang diri.

NOV
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: SGP.
Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: SGP.
Penuntut umum Nopita Roentrianto meminta majelis hakim menghukum mantan pegawai Komisi Yudisial (KY) Al Jona Al Kautsar dengan pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp500 juta subsidiar enam bulan kurungan. Selain itu, Nopita meminta majelis menghukum Al Jona membayar uang pengganti Rp4,509 miliar.

“Apabila uang pengganti tidak dibayar paling lambat satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Jika tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara tiga tahun,” katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/10).

Sebelum menjatuhkan tuntutan, Nopita mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan Al Jona. Salah satu hal yang memberatkan adalah perbuatan Al Jona tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Sementara, beberapa hal yang meringankan adalah Al Jona mengakui perbuatannya, belum pernah dihukum, dan bersikap sopan selama di persidangan. Walau begitu, Nopita menyatakan Al Jona telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsidair, Pasal 3 UU Tipikor.

Mengingat status Al Jona selaku pegawai negeri sipil (PNS), Nopita menganggap Pasal 3 UU Tipikor lebih tepat diterapkan ketimbang Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. Al Jona merupakan Staf Pengelola Administrasi Belanja Pegawai pada Sekretariat Jenderal (Setjen) KY yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Al Jona memiliki kewenangan untuk membuat daftar rekapitulasi pembayaran UPP, UPS, ULP, dan ULS. Pada 2009-2011, Setjen KY mendapatkan alokasi anggaran untuk pembayaran Uang Pelayanan Pemeriksaan Laporan Pengaduan Masyarakat (UPP) dan Uang Pelayanan Sidang Pembahasan Laporan Pengaduan Masyarakat (UPS).

Kemudian, pada 2012-2013, Setjen KYkembali mendapatkan alokasi anggaran Uang Layanan Penanganan/Penyelesaian Laporan Masyarakat (ULP) dan Uang Layanan Persidangan (ULS) untuk pegawai/pejabat di lingkungan Setjen KY. Al Jona membuat rekapitulasi dan membayarkan UPP, UPS, ULP, dan ULS ke rekening para penerima.

“Sepanjang 2009-2013, terdakwa ditugaskan membuat rekapitulasi pembayaran UPP, ULP, UPS, dan ULS untuk dibayarkan pada bulan berikutnya. Pada saat membuat daftar rekapitulasi, terdakwa sengaja memanipulasi dengan menaikkan angka dari yang seharusnya dibayar, sehingga terjadi kelebihan pembayaran,” ujar Nopita.

Selanjutnya, Al Jona menyerahkan rekapitulasi itu kepada Bendahara Pengeluaran dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk ditandatangani sebagai dasar bagi Bendahara Pengeluaran bersama KPA menerbitkan cek penarikan dari rekening KY di BRI cabang Jakarta Veteran untuk dipindahbukukan ke rekening masing-masing penerima.

Lalu, cek tersebut diserahkan kepada Al Jona untuk dicairkan. Sebelum Al Jona membayarkan ke rekening masing-masing penerima, Al Jona membuat lagi daftar rekapitulasi UPP, UPS, ULP, dan ULS yang berbeda dengan lembar yang ditandatangani Bendahara dan PPK, sehingga terjadi kelebihan perhitungan pembayaran.

Al Jona membuat kelebihan pembayaran dalam daftar rekapitulasi untuk dicatat dalam perhitungan pembayaran atas nama Al Jona untuk kemudian dipindahbukukan ke rekening Al Jona. Seluruhnya sejak bulan Mei 2009-Maret 2013 berjumlah Rp4,509 miliar. Al Jona menggunakan kelebihan pembayaran itu untuk kepentingan pribadi.

Diantaranya, digunakan untuk biaya berobat orangtua, membeli mobil Honda Brio, Toyota Kijang Innova, Morris, juga dipergunakan untuk kebutuhan taktis dan kepentingan kemitraan KY dengan instansi lain.Akibatnya, sesuai surat Kepala Biro Investigasi Pengendali Teknis Setjen KY, negara dirugikan Rp4,509miliar.

Dengan demikian, Nopita berpendapat seluruh unsur dalam dakwaan subsidair telah terpenuhi. “Perbuatan terdakwa menerima pembayaran UPP, UPS, ULP, dan ULS dalam kurun waktu Mei 2009-Maret 2013 yang melebihi haknya sejumlah telah mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp4,509 miliar,” tuturnya.

Menanggapi tuntutan penuntut umum, pengacara Al Jona, Zulfahmi menyatakan kliennya akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pribadi dan tim pengacara juga akan mengajukan pledoi. Ketua majelis hakim Artha Theresia memberikan waktu dua minggu kepada Al Jona dan tim pengacaranya untuk menyusun pledoi.

Usai sidang, Al Jona mengaku kecewa dengan tuntutan enam tahun penjara. Ia menganggap ada sejumlah fakta persidangan yang tidak dipertimbangkan. Bahkan, surat tuntutan dianggap hanya menyadur ulang surat dakwaan. “Saya kan sama sekali tidak menandatangi. Ini semua kebijakan pimpinan sebetulnya,” katanya.

Al Jona merasa tidak terima jika harus menanggung kesalahan tersebut seorang diri. Ia menegaskan dirinya tidak pernah menandatangani rekapitulasi dan mencairkan dana. Oleh karena itu, dalam pledoi nanti, Al Jona berencana mengungkapkan siapa sebenarnya pihak lain yang menjadi aktor dalam perkara ini.

“Artinya saya keberatan dengan tuntutan. Saya kan di sini tersangka tunggal. Saya tidak mencairkan, saya tidak pernah memaraf. Apa uang bisa ke luar sendiri kan tidak mungkin. Makanya (tuntutan) ini tidak sesuai dengan harapan lah. Mudah-mudahan dengan pledoi nanti, vonis bisa dikurangi lah,” harapnya.
Tags:

Berita Terkait