DPR Tak Intervensi Penyelenggaraan Pemilu
Berita

DPR Tak Intervensi Penyelenggaraan Pemilu

Pasal-pasal yang dimohonkan pengujian tidak bertentangan dengan UUD 1945.

ASh
Bacaan 2 Menit
DPR Tak Intervensi Penyelenggaraan Pemilu. Foto: SGP
DPR Tak Intervensi Penyelenggaraan Pemilu. Foto: SGP

DPR berpandangan substansi Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang No 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) yang menyatakan “Tim Seleksi melaporkan pelaksanaan setiap tahapan seleksi kepada DPR” ditujukan untuk mengontrol, mengetahui mekanisme, dan progress setiap tahapan seleksi.

Tim seleksi menganggap itu sebagai bagian dari pengawasan. “DPR yang memiliki fungsi pengawasan berhak mengetahui proses itu. Sehingga diharapkan tidak terjadi lagi kesalahan seperti pada proses seleksi pemilihan anggota KPU Tahun 2008,” kata anggota Komisi II DPR Ganjar Pranowo saat memberikan keterangan DPR dalam pengujian UU Penyelenggara Pemilu di ruang Mahkamah konstitusi (MK), Senin (5/3).

Politisi dari PDI-P ini mengungkapkan kesalahan dalam proses pemilihan anggota KPU kala itu, DPR seolah di-fait accompli dengan para calon yang akan diuji di DPR berdasarkan hasil seleksi oleh Tim Seleksi. Pengalaman rekrutmen anggota KPU 2008 kurang ideal, terbukti dari kurang baiknya kinerja KPU, misalnya mengenai pemuktahiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih (DPT). Itu sebabnya saat itu DPR membentuk Panitia Hak Angket DPT lantaran banyaknya warga negara yang tidak terdaftar atau terdaftar secara ganda.

DPR menegaskan bahwa norma Pasal 13 UU Penyelenggara Pemilu sudah jelas, tegas, dan pasti (lex certa) yang mengatur proses seleksi terhadap anggota KPU yang dilakukan Tim Seleksi. Sementara, Pasal 15 ayat (4) khususnya frasa “dalam hal tidak ada calon anggota KPU yang terpilih atau calon anggota KPU terpilih kurang dari 7 (tujuh) orang bersifat antisipatif terhadap kemungkinan timbulnya peristiwa.

“Ini merupakan penerapan suatu norma, bukan persoalan konstitusionalitas norma dan tak ada sedikitpun kekaburan hukum atau multifatsir, sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” tutur Wakil Ketua Komisi II  DPR ini.


Demikian pula hal-hal yang terkait proses seleksi dan pemilihan seperti diatur Pasal 87 ayat (5), Pasal 89 ayat (4), (5), (6) dan (7) UU Penyelenggara Pemilu. “Pasal 87 ayat (5) juga tidak multitafsir, Pasal 89 terkait proses seleksi dan pemilihan dan pemilihan anggota Bawaslu sama sekali tidak ada relevansinya dengan Pasal 22E ayat (1),  sehingga tidak bertentangan dengan UUD 1945”.

DPR membantah bahwa aturan itu bentuk intervensi kerja Tim Seleksi. “DPR tidak mengintervensi kerja Tim Seleksi dan hanya hendak mengetahui proses seleksi yang berjalan,” tegasnya.

Selain itu, para pemohon dinilai tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum) dalam permohonan pengujian undang-undang ini. Sebab, para pemohon tidak memiliki kepentingan secara langsung terhadap pasal-pasal yang dimohonkan pengujian. “Pasal-pasal itu tidak merugikan hak konstitusional para pemohon karena tidak berkedudukan sebagai Tim Seleksi,” tambahnya.

Sebagaimana diketahui, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Dekan FH Universitas Andalas Prof Yuliandri, Dosen FH Universitas Andalas Charles Simabura, dan Dosen FH UGM Zainal Arifin Muchtar memohon pengujian Pasal 13 ayat (5), Pasal 15 ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), Pasal 87 ayat (5), Pasal 89 ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) UU Penyelenggara Pemilu.

Pasal-pasal itu mengatur kewenangan DPR yang dapat menolak satu kali nama calon anggota KPU dan Bawaslu yang diajukan pemerintah (Kemendagri) melalui Tim Seleksi (Timsel). Para pemohon menilai memberikan ruang DPR – yang anggotanya berasal dari Parpol - dalam setiap tahapan seleksi telah mempengaruhi dan menghilangkan semangat independensi penyelenggara pemilu. Karena itu, pasal-pasal itu dinilai bertentangan dengan Pasal 22E ayat (5) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Tags:

Berita Terkait