Era Ekonomi Digital dan Tantangan Menghadirkan Barang Bukti Digital di Pengadilan
Utama

Era Ekonomi Digital dan Tantangan Menghadirkan Barang Bukti Digital di Pengadilan

Barang bukti digital sangat ‘ringkih’ dibandingkan bukti fisik. Perlu standar penanganan bukti digital agar nilai pembuktiannya sempurna.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit

 

“Apakah sistem yang dibangun teman-teman fintech sudah forensic sound? Kalau ada apa-apa bagaimana menelusurinya. Kalau tidak forensic sound, log tidak ada, tidak disimpan di dua tempat, log tidak di digital signature, baru timbul masalah. Tapi kalau dari awal sistem sudah forensic aware, log tidak pernah bisa diubah, log yang berubah bisa terjejaki, itu dalam sistemnya,” kata Made.

 

Direktur Kebijakan Publik Asosiasi Fintech Indonesia, M Ajisatria Suleiman, mengatakan soal standarisasi menjadi isu terkini di kalangan penyelenggara fintech terutama pasca OJK menerbitkan POJK No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Asosasi Fintech Indonesia sendiri berada di posisi mendukung penuh kebijakan pemerintah lantaran anggota asosiasi secara umum sadar pentingnya keamanan data bagi perusahaan digital.

 

“Posisi kita bukan untuk menurunkan standarisasi,” kata Aji kepada Hukumonline.

 

Hanya saja, kata Aji, Asosiasi Fintech Indonesia dalam beberapa diskusi punya pandangan kenapa standarisasi keamanan data oleh penyelenggara fintech diperbolehkan menerapkan sharing infrastructure, salah satunya dengan cloud. Penggunaan cloud sama sekali tidak akan mengurangi aspek keamanan data lantaran fintech dapat memilih penyedia cloud yang sudah bersertifikat. Sehingga, penyelenggara fintech cukup melampirkan bukti sertifikat tersebut kepada regulator sebagai bentuk kepatuhan pada regulasi.

 

“Cara yang paling baik untuk bisa jaga keamanan data tanpa menambah beban adalah memperbolehkan infrastruktur cloud. Kominfo minta ISO 27001 diterapkan di fintech, itu sama saja minta perusahaan fintech beli ‘Mercy’, ini kan boros. Daripada itu, lebih baik perbolehkan mereka (fintech) menyewa. Itukan konsep cloud, kita tidak buat infrastruktur tapi sewa infrastruktur,” kata Aji.

 

Patut dicatat, informasi atau dokumen elektronik sebagaimana Pasal 5 UU Nomor 11 Tahun 2008 ke dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) biasanya tidak berdiri sendiri. Lazimnya, informasi atau dokumen elektronik hanya akan mendokumentasikan sebagian peristiwa hukum tertentu dalam sebuah perikatan antara para pihak. Namun, hal itu sangat bergantung juga dari jenis sengketanya.

 

Dalam beberapa kasus, bukti elektronik tidak menjadi satu-satunya alat bukti dalam perkara yang berkaitan dengan transaksi keuangan. Tentunya, akan ada bukti transaksi lainnya yang bisa dipakai seperti misalnya transaksi yang melibatkan pihak lain atau setidaknya pihak lainnya itu mengetahui secara langsung bahwa ada perpindahan barang yang menjadi objek transaksi.

 

(Baca Juga: Bukti Elektronik Sering Kandas Akibat Frasa ‘nya’)

 

Dari transaksi yang melibatkan pihak lainnya itu, maka alat bukti lainnya bisa didapatkan. Ambil contoh misalnya, perbuatan hukum yang terdokumentasi itu biasanya disertai dengan alat bukti fisik dan melibatkan orang-orang yang melihat secara langsung atau bisa sebagai keterangan saksi.

Tags:

Berita Terkait