GCG Jadi Alasan Bankir Hindari Kerugian Negara
Berita

GCG Jadi Alasan Bankir Hindari Kerugian Negara

Tidak dapat langsung dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

FNH
Bacaan 2 Menit
Wakil Jaksa Agung, D. Andhi Nirwanto. Foto: SGP
Wakil Jaksa Agung, D. Andhi Nirwanto. Foto: SGP
Para analisis dan akademisi masih berbeda pendapat atau multitafsir memandang kredit macet di bank BUMN/BUMD. Persoalannya apakah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi atau tidak. Multitafsir terjadi karena pada dasarnya terdapat dikotomi pengertian dalam hal keuangan negara di Indonesia.

Wakil Jaksa Agung, D. Andhi Nirwanto mengatakan pengertian keuangan negara yang dapat diberlakukan kepada bank BUMN adalah sebagaimana yang tercantum dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tetapi, Andhi mengingatkan hal tersebut harus dilihat case by case.

"Dengan memperhatikan doktrin business judgement rule, yang di Indonesia diatur di dalam Pasal 92 dan 97 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas," kata Andhi dalam Seminar Nasional "Perspektif Hukum Penanganan Kredit Macet pada Bank BUMN/BUMD: Korupsi atau Risiko Bisnis" yang diadakan di Jakarta, Rabu (19/3).

Namun, Andhi menilai business judgement rule, seperti peraturan mengenai pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik (good coorporate governance/GCG) kerap digunakan oleh Direksi bank BUMN untuk menghindari gugatan risiko bisnis yang berindikasi korupsi dan merugikan negara. Apabila doktrin business judgement rule, yang tercantum di dalam UU PT, maka perlu dilihat apakah ada perbuatan melawan hukum, kerugian negara, ataupun pihak yang diuntungkan.

Saat ini, lanjut Andhi, sudah ada kecenderungan penggunaan doktrin tersebut sebagai alasan untuk menghindari risiko bisnis oleh pelaku bisnis maupun Direksi bank ketika dituntut melakukan tindak pidana korupsi. "Sejatinya, business judgement rule untuk melindungi para direksi bank. Saat ini GCG telah menjadi kata kunci direksi bank untuk menghindari gugatan dari risiko bisnis," jelasnya.

Kendati Bank Indonesia (BI) sudah mengeluarkan Peraturan BI yang mengatur mengenai GCG yang bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan tata kelola perbankan yang baik guna menyehatkan industri secara umum, sebagian pelaku bisnis dan direksi bank sebagian masih bayak memahami secara keliru. Bahkan, doktrin business judgemet rule dijadikan alat untuk menghindari pertanggungjawaban pidana dari pelaku bisnis dan direksi bank yang telah melakukan kejahatan.

Celakanya, jika kekeliruan pemahanan mengenai doktrin tersebut masuk ke ranah korupsi, maka pelaku bisnis ataupun direksi bank tidak dapat dipersalahkan. "Hal ini akan mencabik-cabik rasa keadilan masyarakat," tegasnya.

Dosen Hukum Perbankan Fakultas Hukum UI Yunus Husein juga menegaskan hal yang sama. Menurutnya, kredit macet pada bank BUMN/BUMD belum tentu merupakan tindak pidana korupsi. Pasalnya, terjadinya non-performing loan atau kredit bermasalah lebih dilihat kepada kondisi debitur, kondisi internal bank, maupun kondisi makro.

"Dalam hal menentukan terjadi tindak pidana korupsi atau tidak dalam kredit bank BUMN, maka perlu diperhatikan penyebab kasus yang terjadi," kata Yunus.

Tetapi, Yunus menilai kredit macet bank BUMN tetap bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi jika terbukti terjadi pelanggaran pidana. Jika hanya sebagai suatu risiko, maka kredit macet BUMN tersebut bukanlah tindak pidana korupsi dan dapat ditangani sesuai hukum koorporasi, dalam hal ini melalui UU Perbankan.

Mantan Hakim Agung Laica Marzuki memandang bank BUMN sebagai perseroan terbatas yang telah dipisahkan kekayaannya dari kekayaan negara. Sehingga dalam setiap tindakan bisnisnya, termasuk pengurusan piutang dan persoalan manajemen dilakukan oleh masing-masing bank bersangkutan yang dilakukan oleh manajemen bank. "Artinya, tidak dapat dilimpahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait