Imparsial: Penanganan Kasus korupsi di Basarnas Harus Mengacu UU Tipikor dan UU KPK
Terbaru

Imparsial: Penanganan Kasus korupsi di Basarnas Harus Mengacu UU Tipikor dan UU KPK

Selanjutnya, Presiden Jokowi segera mengajukan naskah revisi UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer kepada DPR hingga dukungan untuk mengevaluasi dan koreksi terhadap penempatan TNI aktif di jabatan sipil yang bertentangan dengan UU TNI.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Direktur Eksekutif Imparsial Gufron Mabruri. Foto: Istimewa
Direktur Eksekutif Imparsial Gufron Mabruri. Foto: Istimewa

Pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut akan melakukan evaluasi terhadap penempatan perwira TNI aktif di berbagai jabatan sipil menuai dukungan dari kalangan organisasi masyarakat sipil. Direktur Eksekutif Imparsial Gufron Mabruri mengatakan lembaganya menilai langkah tersebut selayaknya harus dilakukan mengingat selama ini terjadi pembiaran, sehingga menimbulkan berbagai masalah.

Gufron menegaskan evaluasi itu harus dilakukan secara serius tak boleh setengah hati dan menyeluruh. Dalam kasus dugaan korupsi di Basarnas yang menjerat 2 perwira militer aktif menunjukkan banyak persoalan yang harus diperbaiki mulai dari penempatan perwira TNI aktif pada jabatan sipil hingga revisi UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Ia melihat kasus korupsi di Basarnas menunjukkan bahwa perbuatan korupsi sejatinya dapat dilakukan baik oleh sipil maupun militer. Dengan begitu, secara prinsip tidak boleh ada pembedaan perlakuan dalam penanganan korupsi atas dasar perbedaan status sipil ataupun militer. “Apalagi tindak pidana korupsi termasuk dalam tindak pidana yang bersifat khusus yang pengaturannya tunduk pada UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK,” kata Gufron dikonfirmasi, Rabu (2/8/2023).

Baca Juga:

Baginya, penetapan tersangka yang berlatar belakang militer oleh Puspom TNI dalam kasus Basarnas tidak bisa menegasikan kewenangan KPK untuk mengendalikan proses hukum kasus tersebut, mulai dari penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan sebagaimana perintah Pasal 42 UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK dimana KPK berwenang mengendalikan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.  

Untuk itu, sudah semestinya KPK tetap melanjutkan penanganan kasus tersebut terlepas dari latar belakang tersangkanya sipil maupun militer. Berdasarkan Pasal 42 UU KPK tersebut, KPK memiliki kendali penanganan kasus dan cukup hanya berkoordinasi dengan Puspom TNI dalam teknis penanganan kasusnya.

Polemik tarik menarik kewenangan penuntasan kasus korupsi Basarnas antara TNI dan KPK merupakan alarm tanda bahaya. Gufron menilai hal itu terjadi akibat Presiden selama ini menelantarkan janji untuk merevisi UU Peradilan Militer meski telah masuk dalam Prolegnas di DPR. Mandeknya revisi UU Peradilan Militer membuat pengistimewaan dan diskriminasi terhadap prajurit TNI yang melakukan tindak pidana, termasuk korupsi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait