Ingat, BBM Jenis Premium Sudah Tak Lagi Disubsidi
Berita

Ingat, BBM Jenis Premium Sudah Tak Lagi Disubsidi

Pemerintah minta masyarakat untuk terbiasa dengan fluktuasi harga yang mengikuti perkembangan pasar.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Pom Bensin. Foto: RES
Pom Bensin. Foto: RES
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, meminta agar masyarakat mulai membiasakan diri menghadapi fluktuasi harga bahan bakar minyak (BBM). Soalnya, Peraturan Presiden No.191 Tahun 2014 sudah mengatur bahwa bahan bakar yang disubsidi pemerintah hanya solar dan minyak tanah. Sementara itu, premium bukan lagi barang subsidi sehingga penentuan harganya mengikuti mekanisme pasar.

Oleh karena itu, kenaikan minyak di pasar internasional membuat harga premium harus disesuaikan. Per tanggal 1 Maret 2015 kemarin, harga premium telah naik sebesar Rp200 per liter. Sedangkan harga solar dan minyak tanah tidak mengalami kenaikan.

“Kita biasakan BBM non subsidi ikuti perkembangan pasar. Solar sementara kami tahan dulu," ujar Sudirman di Jakarta, Senin (2/3).

Namun, Sudirman mengelak saat ditanya terkait adanya pemasukan kepada Pemerintah pasca-kenaikan harga BBM tersebut. Sudirman mengatakan, pihaknya belum melakukan pengkajian mengenai hal itu. Ia memastikan hingga kini belum mengetahui berapa jumlah pemasukannya.

"Nanti saya belum tahu jumlanhya. Tapi kira-kira kalau nanti diperlukan, pasti Pertamina bisa menyajikan," tutur Sudirman.

Dalam kesempatan berbeda, Direktur Pemasaran PT Pertamina (Persero), Ahmad Bambang, mengatakan harga premium seharusnya naik sebesar Rp400 dari harga sebelumnya. Hanya saja, ia menjelaskan perseroan memiliki pertimbangan lain untuk membatasi kenaikan di angka Rp200 per liter. Pihaknya menilai saat ini beban ekonomi masyarakat masih cukup tinggi akibat kenaikan harga beras di pasaran.

"Kita melihat situasi nasional masyarakat yang masih menghadapi permainan mafia beras dan sebelumnya juga ada masalah dengan elpiji 3 kilogram, maka kenaikan harga Premium hanya sebesar separuh dari seharusnya," kata Bambang.

Kendati menaikan harga tak sesuai dengan perhitungan awal, Bambang mengakui Pertamina tidak mengalami kerugian. Namun sebagai badan usaha, Pertamina tetap harus mencari keuntungan. Hanya saja, ia mengaku keuntungan yang didapat perusahaannya dari penyesuaian harga premium belum sesuai dengan tingkat kewajaran.

Kenaikan elpiji non-subsidi
Lonjakan harga minyak dunia tidak hanya mengakibatkan kenaikan harga premium, tetapi memaksa Pertamina untuk menaikan harga elpiji non-subsidi 12 kg. Menurut Bambang, tren harga MOPS (Mid Oil Platts Singapore, harga acuan Singapura) pada Februari mengalami kenaikan rata-rata mencapai US$67 per barel. Hal ini berimbas pada fluktuasi harga kontrak (contract price/CP) Aramco dan kurs.

Bambang menuturkan, CP Aramco menjadi faktor pendorong kenaikan harga elpiji 12 kg yang nonsubsidi tersebut untuk bisa disesuaikan dengan harga elpiji di pasar internasional. Pihaknya menggunakan harga CP Aramco sekitar US$468 sebagai basis kenaikan harga ini. Selain itu, pihaknya juga mempertimbangkan pelemahan rupiah sebagai dasar kenaikan harga elpiji 12 kg ini.

Dengan demikian, mulai 1 Maret 2015 lalu harga elpiji nonsubsidi 12 kg naik Rp5.000 per kg. Sehingga, harga jual menjadi Rp134.000 dari sebelumnya hanya Rp 129.000. "Harganya kembali sama dengan 1 Januari 2015," katanya.
Tags:

Berita Terkait