Ini Beda Kriminalisasi, Over Kriminalisasi, dan Dekriminalisasi
Berita

Ini Beda Kriminalisasi, Over Kriminalisasi, dan Dekriminalisasi

Makna kriminalisasi yang banyak dibahas akhir-akhir ini sudah terlalu melebar. Kriminalisasi seolah-olah diartikan bahwa aparat penegak hukum telah memproses suatu hal yang sepatutnya tidak dapat dihukum.

M-26
Bacaan 2 Menit

 

“Cara sederhananya, bisa lihat di undang-undang atau peraturan daerah, berapa banyak yang sudah disahkan dan berapa banyak ketentuan pidana di dalam peraturan tersebut,” ujar Eki.

 

Lantas, apa konsekuensinya kalau kita punya terlalu banyak aturan pidana? Menurut Eki, ruang gerak dan kebebasan akan terbelenggu. “Semakin besar kita menyerahkan kebebasan kita kepada penegak hukum, maka kita juga harus mengerti akan semakin banyak kita memberikan kewenangan kepada mereka untuk masuk ke dalam kehidupan kita,” ujar Eki.

 

(Baca Juga: Catat! Ini 5 Kiat Advokat Terhindar dari Kriminalisasi)

 

Eki mengatakan over kriminalisasi itu berbahaya. Mengapa? Pertama, perbuatan yang diatur semakin banyak dan bisa dihukum kalau dilakukan atau tidak dilakukan; kedua, kewenangan penyidik semakin banyak untuk bisa menahan; ketiga, apa yang dihukum tidak proporsional dengan hukumannya.

 

Misalnya, di KUHP, perbuatan mencuri dihukum 5 tahun penjara, mencuri dengan kekerasan hukumannya ditambah menjadi 7 tahun, dan mencuri dengan cara membunuh terlebih dahulu, hukumannya meningkat lagi menjadi 10 tahun. Itu salah satu tingkatan tentang keseriusan perbuatan. Kalau over kriminalisasi, karena perbuatan yang dapat dipidana itu terlalu banyak, maka tingkatan-tingkatan itu menjadi kacau.

 

Ia memberikan contoh yang lebih spesifik. Misalnya, di UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 5 menyebutkan perbuatan suap oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dihukum maksimal 5 tahun. Tapi di undang-undang yang lain, misalnya di Undang-Undang Keimigrasian, ada satu pasal yang menyatakan orang yang tidak membawa paspor dan mau masuk ke Indonesia ancaman hukumannya juga sama, 5 tahun. Menurut Eki, ini menjadi masalah.

 

“Suap kita ketahui memang perbuatan jahat, sedangkan tidak membawa paspor dan visa yang merupakan perbuatan yang sifatnya administrasi, hukumannya juga 5 tahun,” ujarnya.

 

Menurutnya, di sinilah letak berbahayanya over kriminalisasi, karena kemudian kita tidak bisa lagi punya timbangan tentang perbuatan serius atau tidak serius, dengan hukuman yang berat atau ringan. “Harusnya kriminalisasi itu hanya ditujukan kepada hal-hal yang penting saja untuk dihukum, jangan mengurus hal-hal yang tidak penting.,” tambahnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait