Jangka Waktu Gugatan TUN Konstitutional
Berita

Jangka Waktu Gugatan TUN Konstitutional

Menurut majelis, kalau ada perlakuan berbeda untuk warga di Indonesia bagian Timur, justru akan menimbulkan diskriminasi.

ASH
Bacaan 2 Menit
Jangka Waktu Gugatan TUN Konstitutional
Hukumonline
Mahkamah Konstitusi menolak uji materi Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait pembatasan jangka waktu 90 hari gugatan tata usaha negara (TUN). Majhkamah berkesimpulan, jangka waktu pengajuan gugatan TUN tersebut merupakan pilihan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk Undang-Undang yang tidak bertentangan konstitusi.

“Menyatakan menolak permohonan pemohon,” ucap Ketua Majelis MK, Arief Hidayat saat membacakan putusan bernomor 57/PUU-XIII/2015 di ruang sidang MK, Senin (16/11).

Sebelumnya, seorang mantan jaksa dari Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Jack Lourens Valentino  mempersoalkan Pasal yang sama. Ia menganggap jangka waktu 90 hari dalam UU PTUN menghambat haknya untuk menggugat SK Jaksa Agung tentang pemecatan dirinya. Jack kehilangan hak menggugat ke PTUN setempat karena saat terbitnya SK Jaksa Agung tertanggal 13 Januari 2013 Laurens tengah menjalankan hukuman pidana.

Lourens menganggap ketentuan batas waktu 90 hari mengajukan gugatan TUN itu diskriminatif dan tak masuk akal bagi warga yang berdomisili di Indonesia Bagian Timur karena terkendala kondisi geografis, seperti transportasi, biaya, dan jaraknya yang sulit diakses. Misalnya, di Wilayah Indonesia Timur, PTUN hanya ada di Ibukota Provinsi yang jaraknya hingga ratusan kilometer dari berbagai daerah. Karena itu, pemohon meminta agar MK menghapus Pasal 55 UU PTUN karena bertentangan dengan UUD 1945.

Mahkamah mengutip Putusan No. 1/PUUV/2007 terkait Pasal 55 UU PTUN yang didalilkan tidak memberikan kepastian hukum atas pengujian keputusan TUN karena dibatasi waktu. Pertimbangnya disebutkan setiap undang-undang menyangkut keputusan/penetapan TUN (beschikking), selalu ditentukan mengenai tenggang waktunya. Hal ini justru memberikan kepastian hukum sampai kapan keputusan/penetapan dapat digugat di pengadilan.

“Dengan demikian, dalil Pemohon yang menyatakan Pasal 55 UU PTUN tidak memberikan kepastian hukum karena dibatasi waktu, tidak beralasan menurut hukum,” ucap Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams saat membacakan pertimbangan putusan.

Mahkamah memandang berlakunya Pasal 55 UU PTUN tidak membatasi atau menghilangkan hak asasi pemohon. Meski Pemohon saat itu sedang menjalani masa hukuman 1 tahun di wilayah Indonesia bagian timur. Namun, tidak dilarang mengajukan gugatan kepada PTUN terhadap SK yang memberhentikannya secara tidak dengan hormat sebagai Jaksa Fungsional pada Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.

“Pembatasan sampai kapan keputusan/penetapan TUN dapat digugat di pengadilan dalam Pasal 55 UU PTUN merupakan pilihan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk Undang-Undang yang berlaku bagi semua warga negara Indonesia, sehingga tidak bersifat diskriminatif karena pasal a quo tidak memperlakukan secara berbeda terhadap hal yang sama,” lanjutnya.

Menurut Mahkamah perbedaan faktor geografis, ekonomi, serta sarana dan prasarana yang berada dan berdomisili di Indonesia bagian Timur tidak dapat dijadikan alasan pembenar adanya perlakuan khusus atau berbeda dalam mengajukan gugatan sengketa TUN. Sebab, ada perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta ketersediaan waktu yang cukup, memperluas dan mempermudah akses masyarakat memperoleh keadilan.

Sebaliknya, Pasal 55 UU PTUN akan menimbulkan diskriminasi apabila diperlakukan berbeda terhadap warga negara Indonesia yang berada dan berdomisili di bagian timur. Selain itu, prosedur pengajuan gugatan tidak harus dilakukan sendiri oleh pemohon, namun dapat diwakilkan dengan memberi kuasa kepada orang lain. “Permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum.”
Tags:

Berita Terkait