Pemerintah Anggap Jangka Waktu Gugatan TUN Bersifat Mutlak
Utama

Pemerintah Anggap Jangka Waktu Gugatan TUN Bersifat Mutlak

Eks karyawan Pertamina dan jaksa mengajukan judicial review atas batas waktu pengujian perkara ke PTUN. Pemerintah gunakan dalil kepastian hukum.

AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Mewakili Pemerintah, Nasrudin selaku Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM di persidangan pengujian UU PTUN, Selasa (25/8). Foto: Humas MK
Mewakili Pemerintah, Nasrudin selaku Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM di persidangan pengujian UU PTUN, Selasa (25/8). Foto: Humas MK
Pemerintah menganggap aturan pembatasan jangka waktu 90 hari gugatan tata usaha negara yang diatur Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) menjadi penting untuk menjamin kepastian hukum dalam proses beracara di PTUN. Hal ini lazim disebut bezwaartermijn atau klaagtermijn. Artinya, batas waktu yang diberikan seseorang atau badan hukum perdata untuk memperjuangkan haknya melalui PTUN.

“Apa yang dipersoalkan pemohon, justru untuk memberi kepastian hukum dalam proses gugatan di PTUN,” ujar Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Nasrudin mewakili pemerintah dalam sidang lanjutan pengujian UU PTUN di MK, Selasa (25/8).

Dia mengutip putusan MK No. 1/PUU-V/2007 yang menyatakan tidak menerima terkait permohonan pengujian Pasal 55 UU PTUN ini. Dalam salah satu pertimbangannya disebutkan “Mahkamah berpendapat setiap undang-undang menyangkut keputusan/penetapan TUN selalu ditentukan tenggang waktunya. Hal tersebut justru untuk memberi kepastian hukum sampai kapan keputusan dapat digugat….”

Menurut Pemerintah, pembatasan jangka waktu ini agar proses gugatan tidak terkatung-katung atau vakum, menimbulkan ketidakpastian hukum, dan menyebabkan pengeluaran anggaran yang sangat besar. “Sebenarnya pembatasan tenggang waktu gugatan baik di PTUN, MK, maupun pengadilan negeri bersifat mutlak,” dalihnya.    

Jadi, kata dia, ketentuan Pasal 55 PTUN sudah diuji dan diputus tidak dapat dapat diterima. “Sudah sepatutnya putusan itu mutatis mutandis berlaku terhadap permohonan ini dan menyatakan menolak atau tidak dapat diterima,” harapnya.

Mantan karyawan PT Pertamina Demmy Pattikawa mempersoalkan Pasal 55 UU PTUN terkait jangka waktu pengajuan gugatan PTUN selama 90 hari. Pemohon berharap MK bisa menghapus keberadaan pasal tersebut agar bisa memperjuangkan hak pesangon karena pernah di-PHK di Pertamina melalui PTUN.

Demmy merasa dirugikan menjadi korban PHK pada tahun 1983 lantaran surat PHK-nya tidak ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang mengakibatkan tidak beroleh pesangon. Selain itu, hubungan kerja dirinya dan PT Pertamina termasuk ranah sengketa kepegawaian karena status PT Pertamina sebagai perusahaan pemerintah.

Namun, keberadaan Pasal 55 UU PTUN itu dinilai telah menghalangi haknya mengajukan gugatan ke PTUN lantaran tenggang waktu pengajuan gugatan dibatasi 90 hari sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Dia beralasan iklim pemerintahan saat itu membuat pemohon berpikir ulang bersengketa dengan pemerintah.

Sebelumnya, seorang mantan jaksa dari Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Jack Lourens Valentino juga mempersoalkan Pasal yang sama. Ia menganggap jangka waktu 90 hari dalam UU PTUN menghambat haknya untuk menggugat SK Jaksa Agung tentang pemecatan dirinya. Jack kehilangan hak menggugat ke PTUN setempat karena saat terbitnya SK Jaksa Agung tertanggal 13 Januari 2013 Laurens tengah menjalankan hukuman pidana.

Lourens menganggap ketentuan batas waktu 90 hari mengajukan gugatan TUN itu diskriminatif dan tak masuk akal bagi warga yang berdomisili di Indonesia Bagian Timur karena terkendala kondisi geografis, seperti transportasi, biaya, dan jaraknya yang sulit diakses. Misalnya, di Wilayah Indonesia Timur, PTUN hanya ada di Ibukota Provinsi yang jaraknya hingga ratusan kilometer dari berbagai daerah. Karena itu, pemohon meminta agar MK menghapus Pasal 55 UU PTUN karena bertentangan dengan UUD 1945.
Tags:

Berita Terkait