Junaidi, SH. LL.M: Pranata Hukum Kepailitan Kita Belum Siap
Terbaru

Junaidi, SH. LL.M: Pranata Hukum Kepailitan Kita Belum Siap

Krisis ekonomi global akan berimbas pada pranata hukum. Bermaksud mengantisipasi dampak krisis itu, Pemerintah Indonesia misalnya sudah menerbitkan dua Perppu.

Mys
Bacaan 2 Menit

 

Maksud Anda, pranata hukumnya belum siap?

Ya. Belum siap. Apalagi terkait dengan krisis global sekarang yang diperkirakan efeknya lebih parah tahun depan.  Sekarang mulai terasa pahitnya di lidah, tapi sudah bener-benar dehidrasinya.   

 

Krisis itu sudah ada di depan mata, dan lebih parah? 

Ya. Saya percaya dampaknya akan sangat terasa tahun depan. Bisa kita lihat indikasinya lewat PHK yang mulai banyak melanda perusahaan. Bahkan sekarang pemberitaan media banyak menyinggung kesulitan-kesulitan, yang berujung ke PHK atau kebangkrutan perusahaan.

 

Menurut Anda siapa yang tidak siap? Kurator, hakim, advokat? Atau, substansi hukumnya?

Saya lihat kominasi dari aktor dan substansi hukum. Pemahaman kepailitan itu sendiri tidak melulu harus hakim niaga, tetapi juga didukung oleh hakim pengadilan umum.  Setidak-tidaknya hakim lain (hakim non pengadilan niaga –red) menghormati UU Kepailitan. Kalau nggak, dan mereka hanya melaksanakan berdasarkan kewenangan yang mereka miliki dengan mengabaikan UU Kepailitan, akibatnya bisa berbenturan.  Karena apa?  Karena banyak sekali aset perusahaan pailit berlokasi di daerah yang bukan yurisdiksi Pengadilan Niaga. Boedel pailit ada di wilayah yang menjadi kewenangan peradilan umum.  Pengadilan Niaga hanya ada Jakarta, Medan, Semarang, Surabaya dan Makassar.

 

Kalau barangnya ada di Bali. Pengadilan Negeri Bali berwenang juga terhadap aset itu. Kalau hakim atau Ketua PN-nya nggak mengerti atau tidak mempertimbangkan proses di Pengadilan Niaga, itu merepotkan. Atau kasus perusahaan kayu di Ambon yang dipailitkan di Jakarta. Pelaksanaan di lapangan akan sulit jika koordinasi dengan hakim peradilan umum di daerah kurang. Sosialisasi ke hakim-hakim peradilan umum menjadi penting agar mereka juga bisa memberi apresiasi. Agar kita tidak ‘buang garam ke laut', harus sosialisasi ke semua daerah. Ini misalnya penting untuk penyitaan. Kalau menabrak UU Kepailitan terus, bagaimana?  Itu pendewasaan dari sisi hakim.  Hakim pengawas saja kalau kita bandingkan di Jakarta dan Pengadilan Niaga di daerah lain, bedanya kentara. Pendewasaan dari sisi kurator sendiri tidak kurang pentingnya. Kerja seorang kurator harus proper. Termasuk dalam  pengelolaan uang. Kita perlu mendewasakan semua. 

 

Apa beda hakim pengawas di Jakarta dan di luar Jakarta?

Sebagian pola pikirnya masih seperti pengadilan negeri. Jadi kalau untuk penetapan isinya bisa 16 halaman.  Saya punya pengalaman.  Selain itu, penetapan itu dikeluarkan untuk lelang. Padahal dalam kepailitan itu by law harusnya memang public auction;tidak perlu lagi penetapan. 

 

Selama sepuluh tahun terakhir, apa saja problem yang dihadapi kurator saat menjalankan profesi?

Disamping adanya kendala-kendala pemahaman hukum acara kepailitan, ada penegak-penegak hukum lain yang akhir-akhir ini juga sering terkait, terutama kepolisian. Dalam perkara kepailitan, tugas kurator acapkali bersinggungan dengan polisi. Misalnya di Bandung. Saya punya pengalaman mengurus harta pailit berupa SPBU yang di atasnya diletakkan sita oleh polisi. Kalau sudah begini kan bisa menimbulkan masalah. Makanya kurator harus aktif, misalnya mengirim surat ke aparat hukum lain. Surat itu nanti harus dibuka di pengadilan agar bisa dianggap sebagai fakta. Kenapa? Suatu hal yang tidak terungkap di persidangan tidak  dianggap sebagai fakta. Itu bisa celaka. 

 

Terlepas dari kesalahan itu terbukti atau tidak terbukti, pemahaman aparat hukum penting termasuk jaksa. Makanya saya sayangkan wakil kejaksaan tidak datang dalam seminar yang lalu. Padahal kita ingin semuanya duduk bersama. Kalau misalnya boedel pailit dirampas untuk negara dalam kasus korupsi oleh pemilik perusahaan yang dipailitkan, kurator perlu mendiskusikan aset itu dengan jaksa. Taruhlah pidananya pidana umum, kemudian barangnya dikembalikan kepada siapa?  Kalau dikembalikan kepada terdakwa atau terpidana kalau memang sudah terbukti, dan dia pialit maka harusnya diserahkan langsung kepada kurator.  Nah ini yang saya kira harus teman-teman jaksa harus jelas.  Kalau perlu jaksanya sendiri bilang, menuntut terdakwa dengan  hukuman dua tahun.  Menyatakan barang bukti 1,2,3 dan seterusnya....dikembalikan kepada kurator untuk selanjutnya dilakukan pemberesan untuk kepentingan para kreditor. Harusnya jaksa bisa menuntut begitu.  Kalau balik lagi ke terdakwa, aset itu bisa hilang. UU kepailitan tidak melulu ditujukan kepada kurator, hakim pengawas atau debitor dan kreditor tetapi buat seluruh warga Negara Indonesia termasuk kejaksaan dan kepolisian. 

Tags: