Junaidi, SH. LL.M: Pranata Hukum Kepailitan Kita Belum Siap
Terbaru

Junaidi, SH. LL.M: Pranata Hukum Kepailitan Kita Belum Siap

Krisis ekonomi global akan berimbas pada pranata hukum. Bermaksud mengantisipasi dampak krisis itu, Pemerintah Indonesia misalnya sudah menerbitkan dua Perppu.

Mys
Bacaan 2 Menit

 

Dalam menjalankan tugasnya, ada ancaman kriminalisasi terhadap kurator. Bagaimana pendapat Anda?

Nah saya kira ini yang tidak benar. Sebenarnya kurator harus dibaca sebagai petugas pengadilan.  Mengapa?  Kurator kan seseorang yang sedang jalan di pinggir jalan, kemudian dipanggil oleh pengadilan eh tolong bantuin saya dong, saya lagi punya kerjaan nih. Tugasnya tak lain adalah membereskan aset perusahaan yang dinyatakan pailit oleh pengadilan. Tentu ditanya dulu apakah kurator punya konflik kepentingan atau tidak. Kalau tidak, ya jalankan tugas. Kurator itu harus dibaca sebagai pengganti dari jurusita, menggantikan jurusita melakukan eksekusi.  Karena kuratorlah yang mengeksekusi aset-aset pailit dalam praktek.  Karena itu saya kira, dalam menjalankan tugasnya kurator harus dilindungi. Saya kira itu jelas.

 

Berdasarkan UU Kepailitan, kurator kan bisa dipersalahkan kalau lalai dalam menjalankan tugas?

Itu lain hal. Yang saya katakan di atas adalah kalau kurator menjalankan tugas secara benar.  Biasanya terjadi pada saat membereskan boedel pailit, ternyata sudah disita sama kepolisian. Selaku kurator kita kan harus verifikasi aset yang disita tersebut.  Kan kita simpel saja. Katakanlah sita yang dilakukan polisi benar untuk kepentingan pembuktian.  Boleh nggak begitu?  Mustinya boleh.  Ibaratnya, mobil. Kalau saya rawat mobil itu saya taruh di rumah saya karena selaku kurator kita bertanggung jawab merawatnya. Mestinya boleh kan? Kalau perkara itu disidangkan, kurator bisa menunjukkan kepada hakim tentang putusan pailit yang memasukkan aset tersita itu sebagai boedelm pailit. Tugas kuratorlah yang melakukan pemberesan. Hasil pemberesan dibagi-bagikan kepada semua pihak yang berhak. Makanya, untuk memutus mata rantai tadi, kita minta hakim memutuskan untuk mengembalikan aset kepada kurator untuk dibereskan. Jadi, bukan dikembalikan kepada terdakwa begitu saja. Dalam menjalankan tugas, karenanya, kurator harus berhati-hati. Dan, perlu ada kesepahaman antar penegak hukum.

 

Untuk menjembatani kesepahaman antar pemangku kepentingan, apa yang sudah dilakukan AKPI?

Dalam seminar bulan lalu, AKPI berharap ada upaya menyamakan persepsi. Masing-masing punya sudut pandang, tetapi ada satu poin yang sebenarnya kita bisa samakan persepsi. Katakanlah soal sita umum. Kalau sudah ada sita umum, sita lain hapus. Katakanlah itu sebagai contoh.  Yang lain, misalkan terkait boedel pailit dari suatu perusahaan tapi masih atas nama individu, belum dibalik nama. Kalau itu memang boedel pailit, ya jangan karena kurator membereskannya, lalu kurator dilaporkan ke polisi dengan tuduhan penggelapan. Dalam konteks ini, semua pihak perlu punya persepsi yang sama. Termasuk dalam hal klaim suami pailit, harta atas nama isteri. Pailit suami kan pailitnya isteri.   

 

Kurator harus menjelaskan semuanya.  Kalau pemahaman sudah sama, kita tidak perlu  menjelaskan sedetail itu.  Itu contoh suami istri itu paling jelas.  Tapi katakan kalau direktur perusahaan beli mobil uangnya dari perusahaan. Apakah mobil tadi boedel pailit atau bukan?  Kalau diambil kurator nanti isteri si direktur bisa lapor ke polisi dengan dalih mobil tersebut termasuk harta bersama dia dengan suami. Urusannya bisa menjadi panjang. Di sini kurator harus jeli, agar bisa menyamakan persepsi dengan penegak hukum lainnya.

 

Hal lain yang penting adalah dukungan kerja buat kurator. Apa sih yang mendukung kerja seorang kurator? Apakah pasal 226 dan 231 UU Kepailitan dilaksanakan? Intinya, masih banyak yang harus kita explore lagi, mulai dari gesekan kewenangan dengan kejaksaan, kepolisian, atau dengan kewenangan hakim pengadilan negeri. Menurut saya, dalam konteks ini, peran MA sangat menentukan. Mungkin MA bisa menerbitkan edaran atau peraturan atau apapun namanya untuk menjadi pedoman dalam bidang kepailitan agar para pemangku kepentingan punya pemahaman yang sama.

 

Anda berharap MA membuat pedoman. Bukankah putusan MA tentang kepailitan juga kadang membingungkan, seperti dikatakan Ketua AKPI Ricardo Simanjuntak?

Saya sejalan dengan pendapat Ricardo. Di sini harusnya MA yang mengontrol.  Ini yang dimaksud Ricardo MA jangan bikin masalah. Sebaliknya, justru harusnya MA yang mengatur agar kepailitan tidak makin semrawuti.  Kalau ada yang kurang jelas, MA akhirnya memperjelas.

Tags: