Kasus PT Brantas Disebut Mau "Dibantu" Lewat Kejati, Kejagung dan Hakim
Utama

Kasus PT Brantas Disebut Mau "Dibantu" Lewat Kejati, Kejagung dan Hakim

Bahkan, saksi bersama Dandung pernah menemui hakim PN Jakarta Utara.

NOV
Bacaan 2 Menit
Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Selasa (5/4). Tersangka kasus dugaan suap penghentian perkara di Kejati DKI Jakarta itu menjalani pemeriksaan sebagai saksi bagi tersangka lainnya yaitu Senior Manager PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno.
Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Selasa (5/4). Tersangka kasus dugaan suap penghentian perkara di Kejati DKI Jakarta itu menjalani pemeriksaan sebagai saksi bagi tersangka lainnya yaitu Senior Manager PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno.
Untuk membantu Direktur Keuangan dan Human Capital PT Brantas Abipraya (BA) Sudi Wantoko dari kasus dugaan korupsi di Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, ternyata sudah dipersiapkan tiga upaya. Hal ini terungkap dari keterangan Treasury Manager PT Brantas Abipraya (BA) Joko Widiyantoro di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/7).

Joko mengatakan, upaya pertama adalah mengurus perkara di Kejati DKI Jakarta melalui Marudut. Kedua, meminta bantuan Khairiansyah yang memiliki teman di Kejaksaan Agung (Kejagung). Ketiga, praperadilan jika dua upaya lainnya tidak berhasil. "Iya," katanya saat bersaksi dalam sidang perkara Sudi, Dandung Pamularno, dan Marudut.

Bermula ketika Joko dan tiga pegawai PT BA lainnya mendapat surat panggilan permintaan keterangan dari Kejati DKI Jakarta tertanggal 18 Maret 2016. Joko bersama Lalita Pawar, Tumpang Muhammad, dan Suhartono diminta hadir memenuhi panggilan pada 23 Maret 2016. Namun, ada yang aneh dengan surat panggilan tersebut.

Dasar yang digunakan dalam surat panggilan itu adalah surat perintah penyelidikan (Sprinlidik) tanggal 15 Maret 2016. Akan tetapi, sudah mencantumkan nama Sudi sebagai pihak yang diduga melakukan tindak pidana korupsi penyimpangan penggunaan keuangan perusahaan yang merugikan keuangan negara Rp7,028 miliar.

Surat panggilan itu pun dilaporkan kepada Sudi pada 21 Maret 2016. Sore hari, Joko bersama Dandung (Senior Manager Pemasaran PT BA) kembali menghadap Sudi. Joko sempat mendengar Sudi menyampaikan kepada Dandung agar membantu para karyawan PT BA yang dipanggil Kejati DKI Jakarta. Lantas, Joko diminta mencari tahu nama Kepala Kejati DKI Jakarta.

Kemudian, pada 22 Maret 2016, Joko diminta Dandung ikut ke Club House Lapangan Golf, Pondok Indah, Jakarta Selatan dan membawa surat panggilan. Di situ, Joko bertemu Marudut dan Khairiansyah yang ternyata merupakan tenaga ahli di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Joko sendiri telah mengenal Marudut sejak 2014.

"Dalam pertemuan itu, saya dengar Pak Marudut bilang kenal dekat dengan Pak Sudung (Situmorang -Kajati DKI Jakarta). Pak Marudut bilang, ya sudah, nanti saya tanyakan sebenarnya kasus Pak Sudi ini seperti apa. Pak Marudut juga bilang, coba nanti saya koordinasikan dengan Pak Sudung, bagaimana ini kasusnya," ujarnya.

Tak lama, lanjut Joko, Marudut pamit pulang karena ingin bertemu Sudung. Namun, Joko mendapat kabar jika Marudut tidak jadi bertemu Sudung pada hari itu. Marudut baru menemui Sudung pada 23 Maret 2016, bertepatan saat para karyawan PT BA menghadiri panggilan permintaan keterangan di Kejati DKI Jakarta.

Selain itu, masih di lapangan golf, Joko mendengar Khairiansyah akan ikut membantu Sudi. Khairiansyah mengaku memiliki kawan di Kejagung. Bahkan, Khairiansyah berniat untuk menghubungi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah. Akan tetapi, Joko tidak melihat sendiri Khairiansyah menghubungi Arminsyah.

Walau begitu, dalam rekaman komunikasi antara Joko dan Sudi yang diputar penuntut umum KPK, Joko menyampaikan kepada Sudi bahwa Khairiansyah langsung menelepon Jampidsus. Joko juga menyampaikan, jika kasus Sudi tetap berlanjut, akan diupayakan praperadilan lewat kakak ipar Dandung yang belakangan diketahui seorang hakim.
Joko Saya ikut terus nih sama Pak Marudut
Sudi Khairiansyah itu juga banyak tuh temannya
Joko Tadi langsung, waduh gila temen kt diginiin, kurang ajar. Langsung dia telepon ke Jampidsus, Pak Armin. Kalau anak buahnya kan, disuruh, tolong dicek itu di sana. Gitu kan. Jadi, soal ini, kita.. Kalau sampai proses itu tetap maju terus, nanti kita praperadilankan lewat kakak iparnya Pak Dandung

Joko menerangkan, pada 21 Maret 2016, ia diminta Dandung ikut ke tempat kakak iparnya di Sunter untuk berkonsultasi. Sebelumnya, Dandung sudah meminta izin Sudi untuk mengajak Joko menemui kakak iparnya. Berdasarkan pengakuan Dandung, kakak iparnya bernama Gatot dan bekerja sebagai hakim di PN Jakarta Utara.

"Lalu, saya berangkat bersama Pak Dandung dan sopirnya. Sampai di sana, dia (Gatot) kaget juga, lho kok, ini sudah penyidikan, ini salah nih keliru. Disampaikan juga, ini kalau misalnya dibawa ke praperadilan bisa menang. Terus, dia bilang, kalau yang bersangkutan (Sudi) mau pengacara, saya punya pengacara bagus," ucapnya.

Alhasil, pada 23 Maret 2016, Joko bersama beberapa pegawai PT Brantas memenuhi panggilan Kejati DKI Jakarta. Joko bersama rekannya, Lalita Pawar dimintai keterangan oleh penyelidik, Roland S Hutahaen. Setelah itu, Joko mendapat kabar dari Dandung, Marudut sedang berada di ruangan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus), Tomo Sitepu.

Berselang beberapa waktu, Joko mendengar Roland memanggil rekannya, Samiaji Zakaria. Roland meminta agar Samiaji menghadap Aspidsus. Kemudian, Joko kembali mendapat kabar dari Dandung, sudah ada "deal" dengan Marudut. Keesokan harinya, 24 Maret 2016, Joko diminta Dandung untuk menyiapkan uang Rp2,5 miliar dalam bentuk dollar.

Dandung pun mengaku Sudi telah menyetujui pengeluaran uang Rp2,5 miliar dari kas PT BA. Uang itu seolah-olah dikeluarkan untuk membiayai proyek Wisma Atlet C3 dan C1 di Kemayoran, serta Rumah Susun Sulawesi 3 di Makassar. Padahal, menurut Joko, sebagian uang digunakan untuk pengurusan operasional kasus Sudi di Kejati DKI Jakarta.

Setelah uang ditukar menjadi AS$186,035 ribu, Dandung menyerahkan AS$148,835 ribu kepada Marudut untuk diberikan kepada Sudung dan Tomo. Sambil menunggu hasil pengurusan di Kejati DKI Jakarta, Joko meminta Khairiansyah untuk tidak "bergerak" dulu. Namun, pada 31 Maret 2016, Joko mendengar Sudi, Dandung, dan Marudut ditangkap petugas KPK.

Khairiansyah yang juga menjadi saksi dalam sidang perkara Sudi, Dandung, dan Marudut membenarkan jika dirinya ikut dalam pertemuan di lapangan golf Pondok Indah. Namun, ia membantah telah menghubungi Jampidsus. "Saya tidak ada menelepon Pak Armin, karena saya tidak punya nomor Pak Armin. Setelah itu, saya juga tidak melakukan apa-apa," akunya.

Memang, Khairiansyah memiliki beberapa teman di Kejagung, tetapi ia tidak pernah mengurus perkara Sudi di Kejagung. Sebagai teman, ia hanya merasa kasihan dengan Sudi. Sebab, ada keanehan dalam surat panggilan karyawan PT BA. Kasus masih dalam tahap penyelidikan, tetapi sudah menyebutkan nama pelaku.

"Pak Dandung bilang, tolang dibantu. Iya saya bantu, karena kalau dilihat dari sisi hukum, ini bisa dipraperadilankan," tuturnya. Khairiansyah menambahkan, semestinya, Kejagung juga mengetahui hal-hal yang terjadi di Kejati. Apabila ada proses yang tidak benar, tentu bisa dilaporkan ke Kejagung atau ke Komisi Kejaksaan (Komjak).

Sebagaimana diketahui, Sudi, Dandung, dan Marudut didakwa menyuap atau melakukan percobaan penyuapan kepada Sudung dan Tomo. Dalam surat dakwaan, Dandung disebut menyerahkan uang AS$148,835 ribu atau setara Rp2 miliar kepada Marudut di toilet pria lantai 5 Hotel Best Western The Hive, Jakarta Timur. 
Tags:

Berita Terkait