Ahli digital forensik mengindikasikan video di manipulasi atau direkayasa.
Pihak kuasa hukum dari terdakwa pembunuhan berencana Jessica Kumala Wongso menghadirkan ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar. Rismon hadir dalam persidangan ke 21 yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (15/9).
Rismon menjelaskan mengenai video CCTV yang digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai bukti dan sudah diputar di tengah persidangan. Menurut Rismon, banyak kejanggalan dalam video tersebut. Manipulasi citra digital sangat mungkin terjadi jka ada penambahan maupun pengurangan pixel di dalam video CCTV tersebut.
Beberapa kejaggalan tersebut adalah terkait analisis metadata yang dilakukan olehnya terhadap video CCTV Kafe Olivier tersebut. Rismon merujuk pada BAP ahli digital forensik dari pihak JPU, M. Nuh Al-Azhar. Dalam BAP tersebut, kata Rismon, untuk video nomor 1 dan pertanyaan nomor 9, resolusi frame 1982 pixel. Resolusi ini dinilai cukup tinggi oleh Rismon. Namun saat menggunakan analisis metadata, Rismon menemukan jumlah frame sebanyak 98.700 ribu. Sementara berdasarkan BAP dari M. Nuh, jumlah metadata yang ditemukan hanya 2707 frame. Rismon menilai angka tersebut adalah angka yang salah.
Persoalan original video, Rismon menegaskan bahwa rekaman CCTV yang identik dan original dapat disimpan pada flash disk atau hard disk. Artinya, video yang terdapat di DVR dan hasil ekstraksi harus memiliki kualitas yang sama.
Namun terdapat perbedaan hasil metadata yang ditemukan oleh Rismon. Dalam BAP M. Nuh, lanjut Rismon, dijelaskan bahwa metadata video adalah 1920 x 1080 pixel. Sementara saat dirinya mengamati metadata yang ada pada video 2,3, dan 4, ditemukan metadata 970 x 576 pixel. Ada selisih nilai dari metadata awal yang artinya ada pengurangan dan reduksi atau pengurangan frame pada video.