Ketika Majelis MK Mempertanyakan Saksi Berstatus Tahanan Kota
Sengketa Pemilu 2019:

Ketika Majelis MK Mempertanyakan Saksi Berstatus Tahanan Kota

Jika saksi berstatus sebagai tersangka/terdakwa tetap boleh memberikan kesaksian dalam persidangan asalkan ada izin dari pejabat yang berwenang.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Misalnya, banyak ditemukan formulir C-1 dalam bentuk fotokopi. Padahal form C-1 sudah tercetak dilengkapi logo KPU dan berhologram. Pada formulir C-1 didapati logo KPU yang tidak sama dengan logo asli. PN Kisaran telah membuat putusan sela pada 28 Mei 2019 lalu dan tetap melanjutkan pemeriksaan pokok perkara tersebut.

 

Tak masalah

Ahli Hukum Tata Negara Universitas Jember Bayu Dwi Anggono menilai jika saksi berstatus terdakwa tetap boleh memberikan kesaksian asalkan ada izin dari pejabat yang berwenang. Hal ini tentu dipahami Tim Kuasa Hukum Pemohon, apa saja syarat menjadi saksi dan siapa saja yang relevan diajukan untuk menjadi saksi.

 

“Hanya saja jangan kemudian karena kuasa hukum menghadirkan saksi yang sedang menjalankan tahanan kota, nantinya justru bisa merugikkan saksi itu sendiri walaupun dia tahanan kota. Sebab, bisa saja nanti setelah itu status tahanan kotanya dicabut menjadi tahanan rutan jika melanggar,” kata Bayu saat dihubungi Hukumonline, Jumat (21/6/2019).

 

Namun oleh karena proses persidangan dan mendengarkan keterangan saksi Rahmadsyah ini sudah berjalan, menurut Bayu tinggal diambil substansi keterangannya saja. “Urusan dia bohong saat izin memberikan kesaksian itu, bukan urusan MK. MK hanya fokus pada keterangan saksi tersebut saja. Urusan bohong dalam meminta izin itu biar menjadi urusan pengadilan saja,” ujar Bayu.

 

Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai jika seseorang yang berstatus tahanan kota yang sudah meminta izin tidak ada dengan hukum. “Urusannya apapun yang penting dizinkan, dan alasan izinnya apapun dan keperluan apapun, yang penting sudah diizinkan, ya sudah, jadi tak masalah,” kata Abdul Fickar saat dihubungi.

 

Sebagai diketahui, menurut Pasal 22 KUHAP diatur tiga jenis penahanan yakni penahanan rumah tahanan negara (rutan), penahanan rumah, dan penahanan kota. Khusus yang dimaksud tahanan kota merupakan penahanan yang dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa untuk melaporkan dirinya pada waktu yang ditentukan.

 

Abdul Fickar menjelaskan tahanan rutan adalah tahanan yang ditempatkan di rumah tahanan negara yang ada di setiap kantor institusi penegak hukum (kepolisian, kejaksaan atau KPK). Sedangkan tahanan kota pada dasarnya “orangnya tidak ditahan”, tetapi mempunyai kewajiban melapor yang biasanya 2 kali seminggu.

Tags:

Berita Terkait