Kewenangan Ombudsman Perlu Diperkuat Melalui Revisi UU
Terbaru

Kewenangan Ombudsman Perlu Diperkuat Melalui Revisi UU

Dalam rangka menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan mengawasi indikasi tindak pidana korupsi di sektor pelayanan publik.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ketua Ombudsman periode 2016-2021 Ninik Rahayu. Foto:  Istimewa
Ketua Ombudsman periode 2016-2021 Ninik Rahayu. Foto: Istimewa

Badan Legislasi (Baleg) DPR terus memproses Revisi UU No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman. Antara lain dengan menyerap masukan dari berbagai pemangku kepentingan seperti akademisi maupun kalangan praktisi. Salah satu poin yang mengemuka perlunya penguatan terhadap kewenangan Ombudsman melalui revisi UU 37/2008.

Ketua Ombudsman periode 2016-2021 Ninik Rahayu, mengatakan prinsipnya Ombudsman bukan aparat penegak hukum. Ombudsman melindungi hak masyarakat dari tindakan tidak adil oleh pemerintahan terutama dalam aspek pelayanan publik. Revisi UU Ombudsman menurut Ninik harus menyempurnakan berbagai ketentuan yang ada sebelumnya. Selain itu penting untuk menyesuaian dengan perkembangan terknologi informasi terkini dan kebutuhan masyarakat yang makin beragam.

“Tujuan utama perubahan UU Ombudsman ini untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi Ombudsman dalam mengawasi pelayanan publik,” kata Ninik dalam Rapat Dengan Pendapat Umum (RDPU) dengan Baleg DPR, Rabu (5/4/2023) kemarin.

Baca juga:

Ketentuan dalam revisi UU Ombudsman harus memperkuat kewenangan Ombudsman untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat. Selain itu mengawasi indikasi terkait dengan potensi tindak pidana korupsi di lingkungan pelayanan publik. Kemudian meningkatkan transparansi dan akuntabilitas Ombudsman dalam nenjalankan tugasnya melalui penguatan mekanisme kerjasama dengan lembaga lain. Misalnya Ombudsman pernah menjalin nota kesepahaman dengan lembaga lain terkait potensi kekerasan dan merendahkan martabat di tempat yang mengalami pembatasan ruang gerak seperti penjara, Rumah Sakit  Jiwa (RSJ) dan lainnya.

Ninik yang kini menjabat Ketua Dewan Pers itu mengusulkan, Pasal 4 RUU yang menjelaskan tentang definisi pelayanan publik harus diperluas. Terbatasnya definisi pelayanan publik selama ini kadang menimbulkan tafsir berbeda di lapangan. Misalnya Bareskrim Polri menolak temuan Ombudsman terkait maladministrasi penanganan demonstrasi oleh kepolisian. Polri merasa hal itu tidak terkait pelayanan publik sehingga bukan kewenangan Ombudsman. Kewenangan Ombudsman dianggap hanya mengurusi soal Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Suurat Izin Mengemudi (SIM). Sebaliknya Ombudsman berpendapat penanganan demonstrasi oleh Polri termasuk layanan publik.

“Definisi layanan publik harus diubah, sehingga mencakup seluruh layanan publik yang ada di Indonesia, termasuk berkaitan dengan teknologi dan informasi,” usul Ninik.

Soal pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur Pasal 6 RUU, Ninik melihat ketentuan itu tidak menyebut tegas kewenangan Ombudsman menindaklanjuti temuan dan rekomendasi yang diberikan kepada lembaga lain jika jangka waktu yang diberikan tidak terpenuhi. Oleh karena itu perlu diatur berapa lama lembaga harus menindaklanjuti temuan dan rekomendasi Ombudsman. Jika batas waktu itu lewat maka bisa disebut abai, lalai, atau wanprestasi dalam menjalankan rekomendasi.

Tags:

Berita Terkait