KPK Identifikasi Tiga Masalah Pengelolaan Kehutanan
Berita

KPK Identifikasi Tiga Masalah Pengelolaan Kehutanan

Salah satunya terkait harmonisasi regulasi dan kebijakan pengelolaan sumber daya alam.

NOV/ANT
Bacaan 2 Menit
Hutan hujan tropis. Foto : www.indobic.or.id
Hutan hujan tropis. Foto : www.indobic.or.id

Dua belas Kementerian/Lembaga menandatangani nota kesepahaman rencana aksi bersama (NKB) tentang Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan Indonesia di Istana Negara, Jakarta. Kemendagri, Kemenkumham, Kemenkeu, Kemen ESDM, Kemenhut, KLH, Komnas HAM, dan KPK adalah kementerian/lembaga yang ikut menandatangani NKB.

Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, penandatanganan NKB adalah bagian dari upaya perbaikan tata kelola sektor kehutanan. “Diharapkan dapat mendorong percepatan pengukuhan kawasan hutan Indonesia demi mewujudkan kawasan hutan yang berkepastian hukum dan berkeadilan,” katanya dalam siaran pers, Senin (11/3).

Berdasarkan pemantauan terhadap implementasi saran perbaikan yang diberikan kepada Kementerian Kehutanan (Kemenhut) sejak 2011, KPK menganggap upaya perbaikan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan kehutanan belum cukup. Abraham mengungkap sejumlah permasalahan mendasar yang harus diselesaikan.

Pertama, terkait harmonisasi regulasi dan kebijakan pengelolaan sumber daya alam (SDA). Kedua, inisiatif percepatan pengukuhan kawasan hutan yang berkepastian dan berkeadilan. Ketiga, resolusi konflik agraria yang didasari pada prinsip keadilan, penghormatan, dan hak asasi manusia atas kawasan hutan.

Permasalahan tersebut, menurut Abraham, harus diselesaikan secara terintegrasi dan perlu mendapat dukungan, serta sinergi dari seluruh elemen Kementerian/Lembaga. KPK menilai sektor kehutanan mempunyai peran strategis dalam pembangunan nasional, mengingat luas kawasan hutan Indonesia yang mencapai 128 juta hektar.

Tekanan populasi yang mencapai 240,271 juta  jiwa dengan pertumbuhan 1,13 persen, ditambah rata-rata pertumbuhan ekonomi 4,2 persen/tahun mengakibatkan konflik penggunaan ruang. Sisa wilayah darat non kawasan hutan tidak cukup mengakomodasi kebutuhan sektor-sektor lain, sehingga berpeluang terjadi tumpang tindih.

Akibat tumpang tindih, sengketa lahan/kawasan menjadi fenomena yang terus berulang dari tahun ke tahun. Persoalan ini tidak hanya menyebabkan terganggunya kehidupan bangsa yang sebagian besar menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan, tetapi juga pada komitmen nasional untuk membantu pengurangan emisi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait