Kritik ICLA atas Perkom Baru KPPU soal Merger Aset
Utama

Kritik ICLA atas Perkom Baru KPPU soal Merger Aset

Perkom 3/2019 dinilai tak tertib hukum lantaran memasukan norma baru yang tak diatur di tingkat undang-undang maupun PP.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Selain itu, katanya, definisi aset dalam Perkom juga sangat luas. Pasal 1 angka (18) mendefinisikan asset sebagai seluruh kekayaan yang dimiliki oleh pelaku usaha, baik berwujud maupun tidak berwujud yang berharga atau bernilai yang memiliki nilai ekonomi. Harusnya, katanya, ada pembatasan terkait merger asset apa saja yang masuk kategori harus dilaporkan, seperti sebatas aset yang berkaitan langsung dengan kegiatan utama perusahaan tersebut dan/atau hanya sebatas asset-aset yang berkaitan erat dengan pangsa pasar.

 

“Kan konteks merger kaitannya dengan pangsa pasar, sehingga harusnya asset-aset pendukung tak perlu masuk,” tukasnya.

 

Justru dengan begitu luasnya pendefinisian atas asset ini akan menimbulkan banyak pertanyaan dan sangat merepotkan pelaku usaha. Untuk itu, katanya, terlepas dari apakah KPPU berwenang mengeluarkan aturan merger aset ini KPPU harus mengeluarkan Juknis yang lebih rinci mengenai asset apa saja yang wajib diberitahukan.

 

“Ingat, kewajiban baru menambah beban baru bagi pelaku usaha,” tukasnya.

 

Poin lain yang disorot Asep, berkaitan dengan prasyarat perolehan tanda telah melakukan notifikasi hanya jika dokumen sudah dinyatakan lengkap oleh KPPU. Menurutnya, kewajiban dokumen pendukung harus diajukan dalam waktu 30 hari dengan konsekuensi denda Rp 1 Miliar per hari keterlambatan terlalu kaku dan kurang menghormati pelaku usaha yang dengan iktikad baik sudah melaporkan.

 

Bila memang konsekuensi keterlambatan harus menanggung denda sebesar itu, KPPU tak sepatutnya terlalu memperketat ketentuan. Itikad baik pelaku usaha untuk melaporkan merger harusnya menjadi pertimbangan alih-alih mengedepankan semangat menjatuhkan denda. Pelaku usaha mestinya berhak memperoleh peringatan, misalnya diberikan kelonggaran waktu beberapa hari untuk melengkapi dokumen.

 

“Katakanlah 14 hari diberi waktu tambahan, bisa 15 hari. Kecuali bila dalam waktu sekian lama masih belum dipenuhi juga, baru penjatuhan denda tak masalah,” terangnya.

 

Persoalannya, katanya, bagaimana mungkin transaksi merger/akuisisi dengan nominal dibawah Rp 1 miliar tapi besaran dendanya bisa di atas Rp 1 miliar? jelas itu dapat membunuh pelaku usaha. Terlebih, untuk mengumpulkan dokumen dan formulir yang minta disertakan oleh KPPU itu tidaklah mudah. Di situ, pelaku usaha harus tahu pangsa pasar usahanya sendiri dan usaha kompetitornya ketika mengisi formulir atau dokumen analisa dampak.

Tags:

Berita Terkait