Masih Ada Beda Tafsir tentang Aturan Pengalihan IUP
Utama

Masih Ada Beda Tafsir tentang Aturan Pengalihan IUP

Peraturan Menteri ESDM seharusnya membuat jelas mekanisme pengalihan.

RIMBA SUPRIYATNA
Bacaan 2 Menit
Praktisi hukum dari kantor pengacara Bahar & Partner, Yuliana Tjhai. Foto: RSP
Praktisi hukum dari kantor pengacara Bahar & Partner, Yuliana Tjhai. Foto: RSP

Kalangan praktisi hukum pertambangan masih melihat celah pada aturan pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Pengalihan IUP diatur dalam Pasal 93 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Celah itu muncul terutama karena ketidakjelasan mekanisme pengalihan. Alhasil, di lapangan masih terjadi perbedaan tafsir.

Perbedaan tafsir itu terkesan dari pengalaman Yuliana Tjhai. Praktisi hukum dari kantor pengacara Bahar & Partner ini pernah mengirimkan dua surat ke bagian Minerba Kementerian ESDM. Anehnya, jawaban terhadap dua surat itu berbeda. Satu surat menyatakan pengalihan IUP diizinkan dengan tetap berpegang pada aturan yang dikeluarkan Kementerian ESDM, sedangkan satu surat lagi justru tak mengizinkan pengalihan.

Yuliana menceritakan pengalaman itu di sela The 3rd Mineral and Coal Mining Legal and Business Forum di Bali, 22 Februari lalu. Pasal 93 ayat () dan (2) UU Minerba menegaskan pemegang IPU dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain. Untuk pengalihan kepemilikan da/atau saham di bursa saham Indonesia hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu.

Dalam berbagai kegiatan yang dihadiri Yuliana, pengalihan diartikan sebagai pengalihan kepemilikan atas IUP bukan kepemilikan sahamnya. Akibatnya, maksud ketentuan Pasal 93 menjadi tidak jelas. “Jadi tidak jelas, ini boleh tidak untuk pengalihan saham atau untuk mengalihkan IUP,” tandasnya.  

Menurut Nur Hardono, Kasubdit Standarisasi dan Usaha Jasa Pertambangan Kementerian ESDM, sebenarnya mekanisme pengalihan IPU sudah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2012. PP ini merevisi PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan.

Nur mengakui ada perbedaan tafsir., terutama mengenai prosentase saham. Menurut dia, 51 persen saham harus tetap dipertahankan sampai selesainya masa berlaku IUP. “Kecuali berhenti melalui terminasi, kemudian dilelang kembali,” ujarnya.

Staf Ahli Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian ESDM, Sony Heru Prasetyo, menambahkan IUP hanya diberikan kepada perusahaan sebagai entitas hukum. Siapapun pemegang saham mayoritas atau pemilik, hak dan kewajiban yang berkaitan dengan IUP hanya melekat pada perusahaan.

Tags:

Berita Terkait