Masukan Penegak Hukum untuk RUU Advokat
Utama

Masukan Penegak Hukum untuk RUU Advokat

Mahkamah Agung menunggu kesepakatan DPR dan Pemerintah.

ROFIQ H/AGUS SAHBANI/MYS
Bacaan 2 Menit
Pansus RUU Advokat saat kunjungan kerja di Mataram. Foto: www.mahkamahagung.go.id
Pansus RUU Advokat saat kunjungan kerja di Mataram. Foto: www.mahkamahagung.go.id
Panitia Khusus (Pansus) DPR untuk RUU Advokat diketahui sudah mengadakan kunjungan ke sejumlah daerah untuk meminta masukan. Pada 13 Juni lalu, misalnya, Pansus mengadakan kunjungan ke  Pengadilan Tinggi Pekanbaru (Riau). Beberapa hari kemudian Pansus meminta masukan Pengadilan Tinggi Yogyakarta, dan Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Harry Witjaksono ikut dalam rombongan Pansus ke NTB. Anggota lain yang ikut adalah Syarifudin Suding, Azis Syamsudin, M. Nurdin, A. Muhajir, Herman Kadir, Ade Supriyana, Sayed M. Muliady, dan Dodi Reza Alex Nurdin. Seperti dilansir situs Mahkamah Agung, Ketua Pengadilan Tinggi Mataram, Andriani Nurdin menghadiri pertemuan dengan Pansus RUU DPR.

Namun, menurut Harry, anggota Pansus RUU Advokat, kunjungan Pansus tidak spesifik dilakukan ke pengadilan, tak secara khusus bertemu dengan hakim. Dalam setiap kunjungan, Pansus meminta bantuan Pemda sehingga pertemuan dihadiri juga oleh Kejaksaan Tinggi, Polda, advokat setempat, dan Kanwil Hukum dan HAM. “Kami ketemu dengan semua stakeholders,” jelasnya kepada hukumonline.

Harry membenarkan di daerah-daerah yang dikunjung, Pansus meminta masukan dari aparat penegak hukum sehubungan dengan pembahasan RUU Advokat. Salah satunya masukan dari kepolisian terkait jeda waktu pensiunan polisi menjadi advokat. Dalam Kode Etik Advokat Indonesia, hakim dan panitera baru bisa menjadi advokat minimal tiga tahun setelah pensiun. Polisi, kata Harry, ingin tak ada pembatasan. Begitu pensiun, mereka bisa mengikuti prosedur menjadi advokat. Terutama polisi yang semasa aktif bertugas di Divisi Hukum Polri.

Harapan tak hanya datang polisi, tetapi juga jaksa. “Kalau bisa RUU ini bisa mengayomi pensiunan atau mantan penegak hukum,” kata Harry.

Kalangan pengadilan, jelas Harry, menekankan pentingnya sertifikasi bagi advokat yang akan berpraktek di pengadilan. Pengadilan justru tidak banyak menyinggung masalah sumpah, meskipun masalah ini termasuk yang krusial. Arahnya, kemungkinan pengambilan sumpah oleh organisasi advokat. Kongres Advokat Indonesia sudah menyampaikan keluhan atas masalah sumpah ini, bahkan seorang advokat akhirnya mengajukan judicial reviewpasal sumpah dalam UU Advokat ke Mahkamah Konstitusi. “Nafas dari RUU ini, yang menyumpah bukan pengadilan,” kata politisi Partai Demokrat itu.

Kepada para pemangku kepentingan di daerah, Pansus juga menyampaikan beberapa poin penting RUU Advokat, antara lain Dewan Advokat Nasional, pendidikan, organisasi, dan standarisasi pendidikan profesi.

Sikap MA
Dihubungi terpisah, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA), Ridwan Mansyur, mengatakan MA lebih pada posisi menunggu, dalam arti menunggu pembahasan dan kesepakatan antara DPR dan Pemerintah. Normatifnya, kedua lembaga inilah yang punya wewenang membentuk Undang-Undang.

Meskipun demikian, MA sebenarnya berharap RUU itu segera diselesaikan agar konflik advokat segera diakhiri. Konflik itu dalam prakteknya menyeret lembaga peradilan ke dalam pusaran kasus. Bertahun-tahun sudah konflik organisasi advokat tak kunjung selesai. Padahal, kata Ridwan, pengadilan hanya melaksanakan amanat Undang-Undang.

Sistem multibar mungkin bisa mengakhiri konflik organisasi. MA, kata Ridwan, melihat kondisi saat ini. Terkait masalah ini, pekan lalu, Wakil Ketua MA dan Ketua Muda Pembinaan, dan Ridwan menerima kunjungan pengurus Kongres Advokat Indonesia. “Ini demi mengakhiri polemik yang terjadi di antara organisasi advokat,” ujarnya.

Harry membenarkan masukan mengenai wadah tunggal dan multibar itu mencuat dalam kunjungan kerja Pansus. Secara pribadi, Harry merasa tak terlalu memusingkan model yang akan dipilih. “Yang penting, advokat harus kuat”.

Sebaliknya, Ridwan tersirat menaruh harapan pada multibar jika semangatnya ingin mengakhiri konflik organisasi. “Sehingga semua organisasi advokat bisa beracara di pengadilan”.
Tags:

Berita Terkait