Di era serba mudah dan serba teknologi informasi saat ini memberikan segudang kemudahan bagi masyarakat. Segala kebutuhan kehidupan terbantu dengan beragamnya inovasi teknologi, khususnya di layanan jasa keuangan.
Namun, kemudahan tersebut tidak dibarengi dengan literasi keuangan atau pemahaman yang seharusnya dimiliki oleh masyarakat selaku yang menjalankan kehidupan.
Salah satu yang ada di dalam layanan keuangan adalah peminjaman kepada nasabah. Layanan pinjaman ini beragam bentuknya. Salah mengartikan maka masyarakat dapat terjebak di dalam pinjaman ilegal.
Baca Juga:
- Empat Inisiatif OJK Dorong Perlindungan Konsumen Financial Technology
- Pentingnya Literasi Keuangan dan Perlindungan Konsumen Market Conduct Jasa Keuangan
Tomi Joko Irianto selaku Pengawas Senior Deputi Direktur Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan masyarakat masih banyak yang belum bisa membedakan pinjaman online dengan Peer to Peer Lending (P2P Lending).
“Bedanya pinjaman online dan P2P Lending itu ya pinjaman online adalah transaksi pinjam meminjam berdasarkan penggunaan teknologi informasi yang dapat dilakukan oleh siapa saja, mulai dari bank hingga koperasi digital. Sedangkan P2P Lending itu peran platform penyelenggara yang hanya sebagai perantara, peran P2P Lending mempertemukan orang yang mau meminjam dengan si peminjam,” jelas Tomi dalam diskusi publik yang diselenggarakan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Rabu (15/2).
Banyaknya dispute atau sengketa yang membawa nama P2P Lending, sesungguhnya karena masyarakat belum memahami terkait dengan mekanisme P2P Lending itu sendiri.