Kawasan Jakarta akan dibentuk sebagai kawasan aglomerasi usai Ibu Kota Negara resmi pindah ke Kalimantan. Hal ini sebagaimana yang termuat dalam draft Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).
Draft RUU tersebut mendefinisikan kawasan aglomerasi sebagai kawasan perkotaan dalam konteks perencanaan wilayah yang menyatukan pengelolaan beberapa daerah kota dan kabupaten dengan kota penduduknya, sekalipun berbeda dari sisi administrasi.
Kawasan aglomerasi dijadikan satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global yang mengintegrasikan tata kelola pemerintah, industri, perdagangan, transportasi terpadu, dan bidang strategis lainnya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan nasional.
Baca juga:
- Revisi UU IKN, Ada Persoalan Serius dalam Tata Kelola Legislasi
- Resmi Disahkan, Begini Substansi UU Ibu Kota Negara
Pasal 40 RUU DKJ menjelaskan, kawasan aglomerasi metropolitan Jakarta bertujuan untuk mensinkronkan pembangunan DKJ dengan daerah sekitarnya. Lebih lanjut dalam Pasal 51 ayat 2 dijelaskan, kawasan aglomerasi mencakup minimal wilayah Provinsi Daerah Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
Ketentuan tentang kawasan aglomerasi termuat dalam BAB IX Pasal 51 hingga Pasal 60. Sinkronisasi pembangunan dilakukan melalui sinkronisasi dokumen rencana tata ruang dan dokumen perencanaan kementerian atau lembaga, pembangunan provinsi, dan kabupaten/kota yang termasuk dalam cakupan kawasan aglomerasi.
Rencana induk pembangunan kawasan aglomerasi mencakup transportasi, pengelolaan sampah, pengelolaan lingkungan hidup, penanggulangan banjir, pengelolaan air minum, pengelolaan B-3 dan limbah B-3, infrastruktur wilayah, penataan ruang, energi, kesehatan, dan kependudukan.