Menguji Rahasia Negara Lewat Dewan RISKAN
Utama

Menguji Rahasia Negara Lewat Dewan RISKAN

Untuk menentukan mana informasi yang masuk kategori rahasia negara dan mana yang bukan.

ADY
Bacaan 2 Menit
(alm) Fajrul Falaakh. Foto: Sgp
(alm) Fajrul Falaakh. Foto: Sgp

Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM), Fajrul Falaakh mengatakan perlu ada parameter yang jelas untuk mengukur apakah sebuah informasi dapat masuk dalam kategori rahasia negara atau tidak. Bila tidak, masyarakat akan kesulitan mendapatkan informasi dari lembaga publik dengan dalih rahasia negara.

Di satu sisi, Fajrul mengakui ada UU Keterbukaan Informasi Publik(KIP) yang mengecualikan jenis informasi tertentu yang tak dapat diakses masyarakat. Sayangnya, Fajrul menilai ketentuan informasi yang dikecualikan yang terdapat dalam UU KIP itu terlalu umum. Khususnya yang bersinggungan dengan keamanan nasional (Kamnas).

Padahal Fajrul berpendapat informasi apa saja yang dikecualikan harus dijelaskan secara rinci. Misalnya, informasi tentang di mana peralatan militer yang dibeli itu akan ditempatkan. Pemerintah sendiri pernah menginisiasi RUU Rahasia Negara yang dinilai banyak membatasi akses publik.

Koalisi organisasi masyarakat sipil yang menolak RUU Rahasia Negara lantas merancang RUU sandingan yaitu RUU Rahasia Informasi Strategis Keamanan Nasional (RISKAN). Fajrul adalah salah seorang yang terlibat dalam penyusunan RUU tandingan ini.

Salah satu yang dibahas dalam RUU RISKAN ini, lanjut Fajrul, adalah keberadaan Dewan RISKAN. Dewan ini diperlukan untuk menentukan apakah suatu informasi tertentu adalah rahasia negara atau bukan.

Mekanisme kerjanya nanti, lanjut Fajrul, Dewan RISKAN akan menerima pengajuan dari lembaga pemerintah yang menginginkan agar informasi tertentu dimasukan sebagai rahasia negara. Kemudian, Dewan RISKAN menilai dan menyetujui atau tidak pengajuan tersebut.

Dalam menyusun konsep Dewan RISKAN, Fajrul mengaku terjadi perdebatan pelik antar anggota Koalisi. Terutama soal perlu atau tidaknya keterlibatan publik dalam Dewan RISKAN. Oleh karenanya, mengingat penyelenggaraan Kamnas adalah kewenangan Presiden, Fajrul mengatakan koalisi menyerahkan mekanisme keanggotaan Dewan RISKAN itu kepada pemerintah. Menurutnya, yang terpenting adalah masyarakat bisa menganulir kategori rahasia negara.

Tags:

Berita Terkait