Miliki Hak Ingkar, Notaris Wajib Rahasiakan Isi Akta
Berita

Miliki Hak Ingkar, Notaris Wajib Rahasiakan Isi Akta

Pasal 66 ayat (1) UU Jabatan Notaris dinilai tidak bertentangan dengan UUD 1945.

ASh
Bacaan 2 Menit
Sidang Majelis Konstitusi terkait dugaan pelanggaran kode etik jabatan notaris. Foto: ilustrasi (Sgp)
Sidang Majelis Konstitusi terkait dugaan pelanggaran kode etik jabatan notaris. Foto: ilustrasi (Sgp)

Pemerintah berpendapat setiap proses peradilan yang membutuhkan pemeriksaan notaris oleh aparat penegak hukum harus melalui persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD) terkait akta (protokol notaris) yang dibuatnya. Meski demikian, notaris karena jabatannya memiliki hak ingkar (verschoningrecht), kewajiban ingkar (verschoningsplicht), dan kewajiban memberikan keterangan atas akta yang dibuatnya.

“Keistimewaan itu diatur dalam Pasal 1909 ayat (3) KUHPerdata dan Pasal 322 KUHP. Karena itu, setiap notaris wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta notaris, kecuali diperintahkan undang-undang,” kata Plh Direktur Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung, Susdiarto saat memberi keterangan dalam sidang pengujian UU Jabatan Notaris yang dimohonkan Kant Kamal di Gedung MK, Kamis (05/7).

Susdiarto menjelaskan jabatan notaris didasarkan kepercayaan antara notaris dan pihak yang menggunakan jasanya. Karenanya, ia hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi akta, grosse akta, minuta akta, salinan akta/kutipan akta kepada orang yang berkepentingan langsung atau pihak-pihak yang disebut dalam akta, ahli waris.

Dia menegaskan Pasal 66 ayat (1) UU Jabatan Notaris yang mengatur MPD –beranggotakan 3 unsur pemerintah,  3 organisasi notaris, dan 3 akademisi- berfungsi mengawasi pelaksanaan kode etik jabatan notaris yang wewenangnya menerima laporan dan menyelenggarakan sidang terkait dugaan pelanggaran kode etik jabatan notaris.

“Jadi kedudukan Majelis Pengawas sebagai penilai apakah permintaan yang disampaikan seseorang atau penyidik, penuntut umum, hakim untuk mengambil minuta akta atau memanggil notaris dapat disetujui atau tidak,” katanya.       

Pasal 66 ayat (1) selengkapnya berbunyi, “Untuk kepentingan penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang : (a). mengambil fotokopi Minuta Akta dan atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris dan (b) memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.”

Karena itu, untuk mengambil fotokopi minuta akta atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta dan memanggil notaris untuk kepentingan pemeriksaan terkait akta yang dibuatnya harus dengan persetujuan MPD. Pasal 66 UU Jabatan Notaris diatur lebih teknis dalam Permenkumham No. M.03.HT.03.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pengambilan Minuta Akta dan atau Surat-Surat yang Diletakan pada Minuta Akta.

Tags: