Mudik Lebaran? Pahami Norma Jam Kerja Pengemudi Angkutan Umum
Berita

Mudik Lebaran? Pahami Norma Jam Kerja Pengemudi Angkutan Umum

Perusahaan yang mempekerjakan sopir bisa terkena sanksi.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi bis Antar Kota Antar Provinsi. Foto ilustrator: MYS
Ilustrasi bis Antar Kota Antar Provinsi. Foto ilustrator: MYS

Jutaan warga mudik alias pulang kampung setiap menjelang hari lebaran tiba. Apalagi jika jumlah hari libur relatif banyak seperti sekarang. Moda transportasi yang dipilih warga untuk pulang beragam. Mereka yang kampung halamannya jauh banyak yang menggunakan pesawat terbang. Ada juga yang menggunakan kapal laut. Jumlah yang menggunakan moda kereta api dan mobil pribadi juga tak kalah banyaknya.

Tetapi jutaan warga menggunakan angkutan umum sewa, yang lazim disebut kendaraan bermotor umum, yakni kendaraan yang digunakan untuk angkutan orang/barang dengan dipungut bayaran. Bus antar kota antar provinsi (AKAP) yang banyak di terminal adalah contohnya. Bis AKAP sudah pasti menggunakan sopir ketika melayani penumpang ke beragam tujuan mudik. Saat menjelang lebaran seperti sekarang, waktu kerja para pengemudi bis angkutan umum sangat perlu diperlu diperhatikan. Jika memaksa pengemudi yang sama terus menerus mengangkut penumpang, resikonya adalah kecelakaan. Mungkin saja sang sopir kelelahan atau mengantuk saat memegang stir.

Lantas, bagaimana sebenarnya aturan jam kerja pengemudi angkutan umum. Dalam prakteknya, bis penumpang umum perjalanan berhari-hari, misalnya dari Jakarta ke Medan, pasti ada sopir kedua. Sopir kedua atau ketiga itu sebenarnya dipersiapkan untuk memastikan jam kerja pengemudi tidak terlalu lama. Jika terlalu lama, resikonya adalah kecelakaan.

(Baca juga: Alami Kecelakaan Pas Liburan Pakai Mobil Rental? Simak Penjelasan Hukumnya).

Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), setiap perusahaan angkutan umum wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian pengemudi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Normatifnya, waktu kerja pengemudi kendaraan bermotor umum paling lama 8 jam sehari. Jika berangkat pukul 06.00 WIB pagi dari terminal Kampung Rambutan Jakarta, misalnya, maka sopir kendaraan umum bersangkutan sudah harus diganti paling lambat pada pukul 14.00 WIB. Berdasarkan Pasal 90 ayat (2) UU LLAJ, delapan jam dimaksud adalah total mengemudi selama satu hari, bukan terus menerus delapan jam. Jika terus menerus mengemudi, maka setiap empat jam pengemudi harus diberikan waktu istirahat minimal setengah jam. Mungkin saja istirahatnya di tempat makan, rest area, atau di pengisia bahan bakar.

Apakah ketentuan itu ditaati di lapangan? Faktanya, banyak pengemudi angkutan umum yang melayani perjalanan lebih dari delapan jam tanpa ada sopir pengganti. Jam istirahat umumnya ada karena bis harus mengisi bahan bakar atau penumpang ingin membeli makan.

Mengemudi lebih dari delapan jam tapi kurang dari 12 jam secara hukum dapat dibenarkan Undang-Undang ‘dalam hal tertentu’. Sayangnya, apa yang dimaksud ‘hal tertentu’ dalam UU LLAJ tak jelas. Tidak ada penjelasan lebih lanjut. Hanya disebutkan bahwa waktu di bawah 12 jam itu sudah termasuk satu jam istirahat.

Jika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan waktu kerja pengemudi tersebut, perusahaan yang mempekerjakannya tak bisa lepas tangan. Undang-Undang mengancam perusahaan angkutan umum yang tidak mematuhi dan tidak memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian pengemudi berupa sanksi administratif. Sanksi administratifnya dapat berupa peringatan tertulis, pemberlakuan denda administratif, pembekuan izin, atau pencabutan izin.

(Baca juga: Hilang Konsentrasi Karena Handphone, Pengemudi Masuk Bui).

Tanggung jawab perusahaan angkutan umum itu dapat dipahami jika merujuk pada hubungan kerja perdata antara pengusaha dan pengemudi. Pasal 1367 Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata) sering dipakai hakim untuk menjerat tanggung jawab perusahaan bus jika terjadi kecelakaan. Pasal ini pada intinya menegaskan majikan  bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh pekerja karena pekerjaan itu ditugaskan kepadanya.

Lagi pula Pasal 234 UU LLAJ menyebutkan pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan’atau perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diserita penumpang, pemilik barang atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi.

(Baca juga: Kelalaian Sopir Bus, Tanggung Jawab PO Bus).

Resiko hukum itu bisa dicegah jika ada kesadaran para pemangku kepentingan atas waktu kerja dan jam istirahat pengemudi kendaraan umum. Bagaimana dengan pengalaman Anda menumpang bis umum saat pulang lebaran?

Tags:

Berita Terkait