Narapidana Korupsi Tak Bisa Masuk PBI-BPJS
Utama

Narapidana Korupsi Tak Bisa Masuk PBI-BPJS

Data PBI bersifat dinamis. Usulan memasukkan data napi harus datang dari Kementerian Hukum dan HAM. Verifikasinya dilakukan Kemensos.

ADY THEA
Bacaan 2 Menit
Kantor pelayanan BPJS Kesehatan. Foto: RZK
Kantor pelayanan BPJS Kesehatan. Foto: RZK
Jumlah peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) pada program Jaminan Kesehatan Nasional yang digelar BPJS Kesehatan terus bertambah. Pada 2014-2015, jumlah peserta sudah mencapai 86,4 juta orang. Staf Ahli Menteri Sosial, Raden Harry Hikmat, memperkirakan tahun 2016 ini jumlah peserta bertambah menjadi 92,4 juta orang.

Penambahan itu terjadi antara lain karena ada kelompok sasaran baru yang kemungkinan dimasukkan, yaitu tahanan/narapidana. Narapidana yang tersebar di lembaga pemasyarakatan akan dimasukkan ke dalam PBI jika sudah ada usulan dari Kementerian Hukum dan HAM.

Tetapi, Harry buru-buru menegaskan bahwa tak semua narapidana bisa dimasukkan ke dalam kategori PBI dalam program jaminan sosial kesehatan (BPJS Kesehatan). Narapidana tindak pidana korupsi, misalnya, tak bisa masuk PBI kecuali sang narapidana benar-benar miskin. "Untuk tahanan/narapidana yang mendapat PBI tentunya mereka harus masuk kategori miskin dan tidak mampu. Kalau narapidana kasus korupsi tidak bisa dapat PBI, kecuali dia miskin," kata Harry di Jakarta, Kamis (07/1).

Ia melanjutkan Kementerian Hukum dan HAM harus mengusulkan lebih dahulu ke Kementerian Sosial nama-nama narapidana yang bisa menerima PBI. Tentu saja syaratnya adalah miskin atau memenuhi syarat lain yang ditetapkan peraturan perundang-undangan. PBI diatur antara lain dalam Peraturan Pemerintah (PP) PP No. 101 Tahun 2012 yang direvisi melalui PP No. 76 Tahun 2015 tentang Penerima Bantuan Iuran. Beleid ini menyebut ditetapkan oleh Kementerian Sosial. Mengenai kategori miskin, Pemerintah menggunakan kriteria dari UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.

Kelak, Kemensos yang akan melakukan verifikasi dan validasi persyaratan. Keputusan masuk tidaknya PBI ditentukan Kementerian Sosial. Harry mengakui sepanjang periode 2014-2015, belum ada program khusus PBI untuk narapidana. Baru sekarang, ada upaya memasukkan napi miskin, itu pun jika diusulkan Kementerian Hukum dan HAM. "Ini suatu bentuk kemajuan yang dilakukan pemerintah," ujarnya.

Peserta PBI selama ini meliputi fakir miskin (91.620.289 jiwa), korban kekerasan dan buruh migran (17.420 jiwa), tuna sosial (5.462 jiwa), lanjut usia (78.257 jiwa), penyandang disabilitas (33.841 jiwa), anak (135.576 jiwa), korban narkotika (3.159 jiwa), tahanan/narapidana (46.568 jiwa), tuna wisma (9.098 jiwa) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang berada di panti sosial (50.330 jiwa). Ditambah potensi bayi baru lahir dari peserta PBI sebanyak 400.000 jiwa.

Harry menegaskan data PBI dinamis, karena status peserta PBI bisa berubah. Misalnya, ada peserta PBI yang meninggal dunia dan diterima bekerja kemudian mendapat asuransi kesehatan dari perusahannya. Ada juga masyarakat yang sebenarnya berhak menerima PBI tapi belum terdata. Oleh karenanya Kemensos berupaya melakukan verifikasi dan validasi data PBI semaksimal mungkin. Peraturan yang ada mengamanatkan verifikasi dan validasi data PBI dilakukan maksimal 6 bulan sekali, namun Kemensos bersama pemangku kepentingan sepakat hal itu akan dilakukan 3 bulan sekali.

Kepala Departemen Humas dan Komunikasi BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi, mengatakan tidak ada perlakuan khusus BPJS Kesehatan terhadap tahanan/narapidana yang menerima PBI. Pelayanan yang diberikan sama seperti peserta PBI lainnya, misalnya mendapat ruang rawat inap Kelas III, dan menggunakan mekanisme rujukan berjenjang seperti layaknya peserta JKN. "Para tahanan/narapidana yang menerima PBI itu akan terdaftar di fasilitas kesehatan (faskes) terdekat dari lembaga pemasyarakatan," paparnya.

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, melihat masih banyak rakyat miskin dan tidak mampu yang belum tercakup PBI. Perubahan data PBI harus dilakukan mengingat Pasal 11 A ayat (2) PP No. 76 Tahun 2015 mengamanatkan verifikasi dan validasi dilakukan setiap saat. Pasal 11 ayat (7) huruf f dan g juga menyebut warga tahanan, warga binaan di lembaga pemasyarakatan dan PMKS berhak menerima PBI. "Kami mendesak pemerintah dan BPJS Kesehatan segera memberikan PBI kepada warga tahanan/warga binaan di LP dan PMKS," tukasnya.

Pemenuhan hak warga miskin dan tidak mampu untuk menerima PBI menurut Timboel harus dibarengi dengan pelayanan yang baik di faskes. Ia melihat peserta PBI belum bisa memperoleh obat yang dibutuhkan secara gratis. Ada obat-obatan jenis tertentu yang tidak dijamin BPJS Kesehatan, padahal seluruh obat yang diperlukan peserta PBI mestinya dijamin.

Begitu pula ketika peserta PBI dirujuk, BPJS Kesehatan perlu menjamin biaya transportasinya. Kemungkinan besar peserta PBI tidak sanggup membayar biaya transportasi sendiri ke faskes atau RS yang jadi rujukan.
Tags:

Berita Terkait