Sebelum berkegiatan, terdapat sejumlah aspek yang perlu diurus oleh pihak perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas (migas). Salah satunya perihal perizinan dan khususnya pengadaan lahan/tanah. Ada sejumlah regulasi yang mengatur aspek perizinan yang berhubungan dengan pertanahan ini dengan beragam tantangan yang dihadapi.
“Perizinan pertanahan adalah gerbang utama yang menjadi hal yang pasti perlu kita selesaikan,” ungkap Kepala Departemen Pertanahan SKK Migas Farida dalam pemaparannya di Forum Hukum Hulu Migas 2023 (FHHM), Selasa (10/10/2023).
Farida menerangkan bila membahas pertahanan di bidang Hulu Migas terdapat 3 area. Pertama, area penggunaan lain melalui mekanisme pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Kedua, Barang Milik Negara (BMN) berupa tanah melalui mekanisme pemanfaatan dari pihak lain/sewa berlandaskan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 140/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Baca Juga:
- PPS, Fungsi Kejaksaan Cegah Ancaman Pembangunan Strategis
- Tantangan Pasal Global terhadap Industri Minyak dan Gas
- Sejumlah Contoh Proyek yang Dapat Didanai Melalui Project Finance
Ketiga, kawasan hutan melalui mekanisme permohonan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan/Pelepasan Kawasan Hutan. Dengan mekanisme yang berbeda satu sama lain, Farida mengingatkan pentingnya memahami terlebih dahulu kebutuhan terhadap area mana yang dimiliki.
Dasar hukum dari pengadaan tanah di bidang minyak dan gas mengacu pada sejumlah peraturan perundang-undangan. Seperti, UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum; UU tentang Cipta Kerja, PP No. 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Selain itu, peraturan-peraturan menteri atau setingkat menteri, seperti Permen ATR/BPN No. 19 Tahun 2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Permendagri No. 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa.