Penjatuhan Sanksi Etik, Akademisi UI Sebut DKPP Kalah Taji Ketimbang MKMK
Melek Pemilu 2024

Penjatuhan Sanksi Etik, Akademisi UI Sebut DKPP Kalah Taji Ketimbang MKMK

Sanksi etik yang dijatuhkan DKPP berupa peringatan keras terakhir kepada komisioner KPU sifatnya tidak akumulatif sehingga tidak berdampak. Sementara sanksi etik yang dijatuhkan MKMK langsung berdampak pada hakim konstitusi.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Dosen bidang Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini. Foto: RES
Dosen bidang Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini. Foto: RES

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menerbitkan putusan terhadap 4 permohonan yang diregistrasi dalam perkara perkara No.135-PKE-DKPP/XII/2023, 136-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023. Putusan itu intinya menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan peringatan keras kepada 7 komisoner KPU RI. Yakni Hasyim Asy’ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir. Sementara sanksi peringatan keras untuk  Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan Mochammad Afifuddin.

Putusan itu berkaitan dengan proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (Capres-Cawapres) pemilu 2024 setelah terbit putusan MK No.90/PUU-XXI/2023. Putusan MK itu mengubah Pasal 169 huruf q UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu sehingga memberi peluang kepada bakal Capres-Cawapres yang belum genap usia 40 tahun. Selain itu pernah mengampu jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) untuk mendaftar sebagaii Capres-Cawapres pada pemilu 2024.

Dengan dalih menindaklanjuti putusan MK tersebut, KPU RI kemudian memproses pendaftaran Gibran Rakabumning Raka sebagai Cawapres berpasangan dengan Prabowo Subianto sebagai Capres. DKPP berpendapat KPU RI harusnya lebih dulu menyusun rancangan perubahan Peraturan KPU No.19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden. Hal itu sebagaimana diatur Pasal 10 Peraturan KPU No.1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di Lingkungan KPU.

“Memutuskan, mengabulkan pengaduan Para Pengadu untuk sebagian,” begitu kutipan sebagian putusan yang dibacakan Ketua DKPP Heddy Lugito didampingi anggota DKPP J Kristiadi dan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Senin (5/2/2024).

Baca juga:

Dewan Pembina Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai DKPP mirip dengan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sebagai lembaga yang menegakan etik. Tapi soal penjatuhan sanksi etik DKPP kalah taji ketimbang MKMK. Sebagaimana diketahui MKMK telah menjatuhkan sanksi etik terhadap 9 hakim konstitusi dan mencopot jabatan Anwar Usman sebagai Ketua MK.

Tapi putusan DKPP berbeda, menyebut KPU harus menindaklanjuti secara responsif putusan MK karena Pasal 24C UUD RI Tahun 1945 mewajibkan putusan MK wajib dilaksanakan. Namunu, alih-alih responsif menindaklanjuti putusan MK dengan cara mengubah aturan terkait yakni Peraturan KPU 19/2023, KPU RI malah mengirim surat kepada partai politik.

Tags:

Berita Terkait