Penyelesaian Kasus 1965 Mentok, Pemerintah Perlu Undang Pelapor Khusus PBB
Berita

Penyelesaian Kasus 1965 Mentok, Pemerintah Perlu Undang Pelapor Khusus PBB

Langkah yudisial dan non yudisial yang telah dilakukan dinilai tak berbuah hasil. Mengundang pelapor khusus PBB diharapkan bisa memecah kebuntuan.

Ady Thea Ahmad
Bacaan 2 Menit
Selain itu, pemerintah perlu mengundang pelapor khusus Dewan HAM PBB ke Indonesia sebagai upaya memecah kebuntuan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu diantaranya kasus 1965. "Sebagai jawaban atas keridakmauan dan ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesaikan pelanggaran HAM melalui jalur hukum di dalam negeri," ujarnya. (Baca juga: Rehabilitasi Korban Pelanggaran HAM Bisa Mengacu Surat Ketua MA)
Anggota Sahabat IPT 65, Harry Wibowo,  menyebut dua hal yang akan dituntut korban dan keluarganya. Pertama, pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan harus mengumumkan hasil Simposium 1965. Kedua, Komnas HAM dan Kejaksaan Agung harus membuat pernyataan tertulis mengenai penyebab mandeknya proses yustisia kasus 1965.
Selanjutnya, mendesak pemerintah mengundang pelapor khusus Dewan HAM PBB bidang promosi kebenaran, keadilan, reparasi dan menjamin pelanggaran HAM berat serupa tidak terjadi lagi dikemudian hari, Pablo de Greiff.  Pelapor khusus itu nanti diharapkan melakukan investigasi mandeknya upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang dilakukan pemerintah Indonesia. Kemudian, merekomendasikan kepada pemerintah langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk menuntaskan berbagai kasus pelanggaran berat yang ada. 
Menurut Harry, memanggil pelapor khusus itu merupakan bagian dari skema penyelesaian pelanggaran HAM internasional. Khususnya ketika pemerintah mengalami kebuntuan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. "Penyelesaian kasus 1965 mentok, makanya ini perlu dilaporkan ke pelapor khusus PBB," katanya. 
Sekretariat Umum Forum 1965, Wara Aninditari, mengusulkan Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden yang intinya membentuk Komite Kepresidenan untuk menyelesaikan kasus 1965. Menurutnya cara itu bisa digunakan untuk memastikan proses penyelesaian tragedi 1965 berjalan sesuai harapan baik yudisial dan non yudisial. "Komite itu bisa mendesak Komnas HAM dan Kejaksaan Agung agar tidak mandek dalam menindaklanjuti perkara 1965," ujarnya. 
Tragedi pembunuhan dan penangkapan massal terhadap terhadap orang yang dituduh terlibat dalam Gerakan 30 September 1965 telah 51 tahun berlalu. Namun sampai saat ini para korban dan keluarganya belum mendapat keadilan, hak-hak mereka yang selama ini dirampas belum dipulihkan secara nyata. Begitu yang diungkapkan salah satu korban 1965, Bedjo Untung, dalam jumpa pers di kantor LBH Jakarta, Rabu (21/09).Bedjo mengatakan sudah berulang kali pemerintahan berganti, mulai dari Presiden Soeharto sampai Joko Widodo, tapi korban 1965 nasibnya tak berubah. Dia menilai sampai saat ini belum ada langkah progresif yang dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu diantaranya tragedi 1965. Hal itu yang membuat nasib korban dan keluarganya jalan ditempat. 
Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait