Potensi Ubah Konstitusi, MK Diminta Tolak Uji Masa Jabatan Wapres
Utama

Potensi Ubah Konstitusi, MK Diminta Tolak Uji Masa Jabatan Wapres

Perindo meminta MK menafsirkan agar pembatasan dua kali masa jabatan wakil presiden dimaknai berturut-turut meski belum genap lima tahun. Sedangkan, Pihak Terkait memandang tafsir pembatasan masa jabatan wakil presiden sudah jelas baik secara berturut-turut maupun tidak sesuai Pasal 7 UUD Tahun 1945.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Kuasa hukum pihak terkait Denny, Denny Indrayana berpendapat di negara-negara lain juga menggunakan konsep pembatasan jabatan presiden dan wakil presiden. “Kami bisa pastikan hampir seluruh negara dengan sistem presidensial mengatur pembatasan jabatan presiden dan wakil presiden,” kata dia.

 

Menurut mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini tafsir gramatikal norma pembatasan masa jabatan wakil presiden sesuai Pasal 7 UUD 1945 termasuk dalam ketentuan hukum (UU Pemilu). “Terdapat asas hukum yang menyebut suatu ketentuan yang sudah jelas jangan ditafsirkan kembali,” sebutnya.

 

Tak hanya itu, dalam sejarahnya pembatasan jabatan tidak hanya berlaku bagi presiden, tetapi termasuk juga wakil presiden. Dalam TAP MPR No. XIII/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden atau perubahan pertama Pasal 7 UUD 1945 disebutkan baik presiden maupun wakil presiden tidak dapat menjabat lebih dua kali masa jabatan atau paling lama sepuluh tahun. “Tidak peduli dua kali masa jabatan berturut-turut ataupun tidak berturut-turut,” lanjutnya.

 

Ini sejalan dengan pembahasan perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002 (Buku Keempat, Kekuasaan Pemerintah Negara Jilid I, halaman 472 – 486) bahwa masa jabatan wakil presiden maksimal dua periode, atau paling lama sepuluh tahun, tidak mensyaratkan harus berturut-turut atau tidak. “Semua fraksi di MPR mengusulkan pembatasan berlaku bagi keduanya, karena semuanya menggunakan frasa ‘Presiden dan Wakil Presiden’,” katanya.  

 

Karenanya, Denny meminta kepada Mahkamah menyatakan permohonan tidak dapat diterima (niet ontvantkelijk verklaard) karena MK tidak berwenang melakukan pengujian permohonan ini. Sebab, jika dikabulkan akan mengubah Pasal 7 UUD 1945. “Permohonan ini merupakan kewenangan MPR,” kata Denny.

 

Atau, jika Mahkamah menganggap permohonan ini menjadi kewenangannya, pihaknya meminta MK menolak permohonan Perindo ataupun Pihak Terkait Jusuf Kalla untuk seluruhnya. Sebab, sejatinya Pasal 169 huruf n dan penjelasannya ataupun Pasal  227 huruf i UU Pemilu tidak bertentangan dengan UUD Tahun 1945.

 

Sidang perbaikan

Di hari yang sama, Mahkamah juga menggelar sidang perbaikan uji materi Pasal 169 huruf n UU Pemilu yang diajukan Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo dan Sekretaris Jenderal Partai Perindo Ahmad Rofiq. Kuasa hukum pemohon, Christophorus Taufik menilai Penjelasan Pasal 169 huruf n telah merugikan pemohon. Sebab, pemohon yang ingin mengusungkan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Pemilu 2019 terjanggal akibat adanya frasa “tidak berturut-turut” dalam norma tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait