RPP Gambut Kompromis Terhadap Perusak Lingkungan
Berita

RPP Gambut Kompromis Terhadap Perusak Lingkungan

Besaran kerugian atas kerusakan lingkungan dapat dinegosiasi antara pelaku usaha dan pemerintah.

ADY
Bacaan 2 Menit
Kantor Walhi Jakarta. Foto: Sgp
Kantor Walhi Jakarta. Foto: Sgp
Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan dan Iklim Global mengkritik Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. RPP ini dinilai belum mampu menjawab berbagai persoalan bencana lingkungan seperti kebakaran lahan gambut.

Manager Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi, mengatakan RPP Gambut salah satu dari puluhan regulasi yang diamanatkan UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Namun, dalam hal perlindungan terhadap hak masyarakat terkait lingkungan, UU PPLH jauh lebih progresif dibandingkan dengan RPP Gambut.

Misalnya, Pasal 8 RPP Gambut memberi kewenangan kepada Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk menetapkan fungsi kawasan gambut. Kewenangan itu berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat. Sebab, pihak yang boleh menggunakan lahan gambut untuk budidaya hanya yang berbadan hukum. Dengan begitu RPP Gambut lebih mengakomodasi kepentingan badan usaha untuk memanfaatkan lahan gambut.

Zenzi menilai RPP Gambut sangat permisif terhadap izin usaha atau pemanfaatan ekosistem gambut untuk fungsi lindung dan budidaya. Hal tersebut merupakan sikap yang mengampuni proses pengrusakan lingkungan yang terjadi saat ini. Pasal 22 RPP Gambut menurut Zenzi juga tidak menjelaskan apakah yang dimaksud dengan lingkungan termasuk memperhatikan masyarakat atau tidak. Ia menduga ketentuan itu menyingkirkan hak masyarakat yang ada di lingkungan lahan gambut.

Sanksi terhadap kegiatan usaha yang merusak lingkungan dinilai minim. Bahkan, penggantian atas kerugian yang timbul dapat dikompromikan antara pelaku usaha dengan pemberi izin (pemerintah). Ketentuan itu, kata Zenzi, merupakan langkah mundur dalam menetapkan besaran kerugian ketika terjadi kerusakan lingkungan akibat kegiatan usaha. Harusnya, penghitungan kerugian itu dilakukan lewat mekanisme pengadilan. “Ini peluang gratifikasi baru. Pemerintah juga menyederhanakan nilai lingkungan,” katanya dalam jumpa pers di kantor Walhi Jakarta, Kamis (17/7).

Meskipun begitu, Zenzi mengapresiasi Pasal 40 RPP karena bernuansa progresif. Menurutnya, pasal tersebut merupakan buah dari desakan yang selama ini dilakukan koalisi kepada pemerintah. Dalam ketentuan itu disebut sekalipun perusahaan telah memenuhi proses ganti rugi atas kerusakan lingkungan namun tidak menghilangkan unsur pidananya.

Pada kesempatan yang sama Koordinator Program Kehutanan, Perubahan Iklim dan Hak Komunitas  HuMa, Anggalia Putri, menegaskan guna melindungi masyarakat, sejumlah pasal bermasalah dalam RPP Gambut sebaiknya dihapus. Regulasi itu menurutnya hanya mengatur soal fungsi lahan gambut. Padahal, perlu juga diatur bagaimana hak-hak masyarakat yang sudah memanfaatkan lahan gambut tersebut.

Anggalia mengatakan sebenarnya koalisi berharap agar RPP Gambut dapat melindungi masyarakat, ironisnya, yang terjadi malah sebaliknya. Misalnya, dalam ketentuan yang mengatur soal tahapan pemanfaatan lahan gambut, tidak ada penegasan tentang perlindungan hak masyarakat secara eksplisit. Ujungnya, nanti masyarakat tidak diperkenankan membuka lahan dan berkebun di lahan gambut. “RPP Gambut penting untuk terus dikawal, kalau tidak nanti bahaya,” urainya.

Menurut Anggalia, KLH harus membuka ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam membahas RPP Gambut. Bahkan ia mengusulkan agar dibentuk protokoler konsultasi, sehingga KLH dapat melibatkan pihak pihak yang tepat untuk berkonsultasi dalam merancang kebijakan. Pelibatan masayarakat dalam membahas RPP Gambut juga penting bagi KLH agar mendapat dukungan masyarakat sipil.

Koalisi mendesak pemerintah untuk menunda pengesahan RPP Gambut sebelum pasal-pasal yang merugikan masyarakat diubah. Koalisi berjanji melayangkan surat terbuka kepada Presiden SBY dan KLH.
Tags:

Berita Terkait