RUU Ormas ‘Obok-obok’ Sumbangan Keagamaan
Berita

RUU Ormas ‘Obok-obok’ Sumbangan Keagamaan

Semua sumber pendanaan harus dilaporkan dan disetujui terlebih dulu oleh pemerintah.

Ady
Bacaan 2 Menit

Tidak tepat
Pada kesempatan yang sama, Ketua Setara Institute, Hendardi, mengatakan RUU Ormas banyak ditentang organisasi masyarakat sipil karena pemerintah salah memposisikan Ormas. Dalam perspektif HAM, Hendardi mengatakan semakin sedikit intervensi negara masuk dalam ranah sipil dan politik, makin tinggi negara tersebut menjunjung tinggi HAM dan demokrasi.

Menurutnya alasan pemerintah merancang RUU Ormas untuk menindak organisasi kemasyarakatan yang melakukan tindak kekerasan dan kriminal tidak tepat. Menurutnya, untuk melakukan penindakan, revisi KUHP lebih tepat untuk memperkuat ketentuan yang selama ini ada. ”Semangat RUU Ormas, negara akan mengendalikan organisasi masyarakat sipil lewat perizinan dan lainnya hanya untuk kepentingan penguasa,” tandasnya.

Sedangkan aktivis HAM lainnya, Usman Hamid, mengatakan lewat RUU Ormas, pemerintah akan menghambat masyarakat untuk berorganisasi. Misalnya, dalam RUU Ormas Usman melihat, sebuah perkumpulan yang minimal terdiri dari dua orang harus mendapatkan izin dari pemerintah.

Dalam RUU Ormas, Usman melihat organisasi kemasyarakatan wajib memiliki surat keterangan terdaftar (SKT). Jika tidak, maka para anggotanya terancam hukuman penjara dan denda. Usman tak habis pikir jika RUU Ormas diundangkan, maka dua atau tiga orang yang ingin membentuk organisasi hobi harus bersusah payah mendapatkan izin dari pemerintah sebelum organisasi itu dapat menjalankan roda organisasinya.

Di samping itu, proses perizinan dalam RUU Ormas menurut Usman berkaitan dengan kendali pemerintah terhadap organisasi kemasyarakatan yang bersikap kritis terhadap kekuasaan. Misalnya, sebuah organisasi masyarakat sipil yang kritis terhadap negara, maka organisasi itu dapat tidak diterbitkan izinnya atau SKT-nya tidak diperpanjang. Jika organisasi itu tetap menjalankan kegiatannya, maka anggota organisasi itu diancam sanksi berupa kurungan dan denda. “RUU Ormas mencoba membungkam organisasi masyarakat sipil yang kritis,” tegasnya.

Menyoal perizinan bagi organisasi kemasyarakatan dalam RUU Ormas, Wakil Direktur HRWG, Syaiful Anam, mengatakan dalam memberangus organisasi masyarakat sipil, gaya pemerintah saat ini berbeda dengan zaman pemerintahan semasa Orde Baru. Jika di masa Orde Baru pemberangusan dilakukan secara frontal, tapi saat ini dengan cara lebih halus. Salah satunya lewat perizinan. Dalam RUU Ormas, Anam melihat rentang perizinan itu dimonopoli pemerintah.

Koordinator Koalisi Kemerdekaan Berserikat dan Berekspresi (KKBB) Fransiska Fitri mendesak agar pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan RUU Ormas dan mengembalikan pengaturan Ormas kepada kerangka hukum yang benar. Yaitu badan hukum yayasan dan perkumpulan. Untuk badan hukum Yayasan, Fitri menyebut layak digunakan untuk mengatur organisasi masyarakat yang tidak memiliki anggota. Sedangkan bentuk badan perkumpulan tepat untuk mengatur organisasi masyarakat yang memiliki anggota.

Fitri melihat RUU Perkumpulan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010 - 2014. Menurutnya, hal itu menjadi peluang bagi pemerintah dan DPR untuk membenahi pengaturan yang salah selama 27 tahun terakhir ini terhadap Ormas.

“Koalisi meminta DPR dan Pemerintah menghentikan pembahasan RUU Ormas dan mencabut UU No.8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan,” kata dia.

Tags: