RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Instrumen Pemberantasan Korupsi dan Kejahatan Ekonomi
Terbaru

RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Instrumen Pemberantasan Korupsi dan Kejahatan Ekonomi

Karenanya harus didorong percepatan pembahasan antara DPR dan pemerintah. RUU Perampasan Aset karena dinilai sebagai bentuk nyata menegakkan sila kedua dan kelima Pancasila.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Anggota DPD Fahira Idris.Foto: Istimewa
Anggota DPD Fahira Idris.Foto: Istimewa

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Tindak Pidana beberapa waktu terakhir ramai menjadi perbincangan publik. Terlebih dengan munculnya dugaan transaksi janggal sebesar Rp349 triliun pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Keberadaan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana menjadi penting agar dapat segera diproses oleh pemerintah dan DPR.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris, mengatakan pembahasan dan pengesahan RUU tersebut menjadi sebuah keniscayaan. Bukan hanya akan menjadi instrumen penting mendukung agenda pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi di Indonesia, tapi juga akan berperan sebagai instrumen yang efektif bagi aparat penegak hukum mengejar dan menyita aset hasil tindak pidana.

Fahira mendukung pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset karena dinilai sebagai bentuk nyata menegakkan sila kedua dan kelima Pancasila. “UU Perampasan Aset memastikan praktik korupsi yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian karena mengambil hak rakyat dikembalikan lagi ke rakyat,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (07/04/2023) lalu.

Baca juga:

Tak hanya merampas aset hasil kejahatan korupsi, Fahira berpendapat UU Perampasan Aset akan menegakkan keadilan sosial karena selain pelakunya dihukum berat, harta pelaku tindak pidana ekonomi seperti korupsi, narkoba, perpajakan, dan tindak pidana di bidang keuangan dikembalikan ke negara yang dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Dia mencatat RUU ini sudah dibahas sejak 2012 tapi mandek.

“Sudah saatnya menjadi prioritas bagi Pemerintah dan DPR untuk segera menyelesaikannya,” usulnya.

Fahira mencatat, banyak negara sudah memiliki UU Perampasan Aset, pemberantasan korupsi, dan tindak pidana ekonomi lainnya berjalan cukup efektif. Misalnya, Selandia Baru punya UU Perampasan Aset sejak 1991, Australia dan Kanada tahun 2022. Dengan begitu, aset yang diperoleh dari kegiatan ilegal di negara tersebut bisa cepat dirampas dan disita negara.

Senator asal DKI Jakarta itu menilai, regulasi dan instrumen hukum di Indonesia tidak mampu mengungkap kejahatan ekonomi yang semakin canggih karena dilakukan dalam berbagai bentuk rekayasa baik keuangan dan hukum. UU Perampasan Aset diyakini bakal membuat pelaku tindak pidana ekonomi tak bisa lagi mengelabui aparat penegak hukum atau mempersulit proses penyitaan oleh negara.

Tags:

Berita Terkait