Sanksi Sosial, Jangan Menokohkan Tersangka Korupsi
Berita

Sanksi Sosial, Jangan Menokohkan Tersangka Korupsi

Pengacara tersangka korupsi menilai kalau cuma atribut, belum tentu memberikan efek jera sebagaimana yang diharapkan.

Mon/M-1
Bacaan 2 Menit
Sanksi Sosial, Jangan Menokohkan Tersangka Korupsi
Hukumonline

 

Namun, pandangan Menteri Andi Matalatta dikritik Sirra Prayuna, pengacara Al Amin Nasution. Sirra tidak yakin penggunaan pakaian khusus tahanan atau tidak menokohkan tersangka/terdakwa korupsi memberikan efek jera. Perubahan sikap dan prilaku narapidana korupsi tidak bisa diukur dari atribut semata, ujarnya kepada hukumonline.

 

Hal yang jauh lebih penting, kata Sirra, adalah membangun sistem pembinaan yang mengarah pada perbaikan prilaku tersangka/terdakwa. Ia menilai keliru pandangan yang menafikan hak-hak intelektual tersangka/terdakwa. Sejumlah tersangka korupsi adalah intelektual yang selama ini menjadi tokoh di bidangnya. Sirra kurang sependapat kalau gagasan pemikiran seseorang dikebiri hanya karena ia menjadi tersangka korupsi. Keliru dong, tegas pengacara Al Amin itu.

 

Senada dengan para pendukung gagasan KPK, Kepala Divisi Advokasi Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, menilai pengenaan atribut khusus kepada tersangka korupsi tidak melanggar HAM. Meskipun tidak menjamin berpengaruh langsung dan signifikan terhadap pemberantasan korupsi, gagasan KPK tersebut layak dicoba. Kenapa kita tidak coba lakukan walaupun sebenarnya tidak menjawab secara pasti adanya penjeraan, tandas Zainal.

 

Gagasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengenakan pakaian khusus kepada tersangka atau terdakwa kasus korupsi mendapat apresiasi yang luas. Cara itu dinilai sebagai bentuk sanksi sosial yang dapat menimbulkan rasa malu, dan pada akhirnya efek jera bagi pelaku dan orang-orang yang berniat melakukan korupsi.

 

Gagasan itu sudah dibicarakan dan didiskusikan para petinggi KPK . Sejauh ini belum ada pimpinan KPK yang keberatan karena gagasan tersebut dianggap sebagai bagian dari pendidikan antikorupsi. Menurut Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M. Jasin, kini tinggal masalah desain pakaian dan teknis pelaksanaannya. Selain pakaian, KPK juga mempertimbangkan untuk memborgol tersangka akan diperiksa oleh penyidik.    

 

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Bandung, Romli Atmasasmita, menilai saat ini justru yang tidak ada adalah rasa malu dan rasa jera melakukan perbuatan yang dicela masyarakat dan hukum. Romli mengkritik gaya para tersangka atau terdakwa korupsi saat datang ke penyidik atau ke pengadilan. Bayangkan, seorang tersangka datang ke KPK seperti ngantor saja, dikawal lagi, ujarnya.

 

Mewajibkan tersangka/terdakwa memakai baju khusus tahanan, dinilai Romli, sedikit banyak akan menimbulkan rasa malu. Selain atribut, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menhukham) Andi Matalatta melihat cara lain yang bisa menimbulkan efek jera. Jangan menokohkan mereka yang sudah dijadikan tersangka/terdakwa korupsi. Menurut Andi, media dapat memulai pemberian sanksi sosial tersebut. Kalau Anda mau kasih dia sanksi sosial, jangan jadikan dia tokoh, ujarnya, Jum'at (08/8), seusai memberikan penghargaan kepada pejabat imigrasi. 

 

Andi menjabarkan lebih jauh. Media seharusnya tak lagi meminta pendapat kepada seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka. Oleh karena sanksi sosial semacam itu bukan sanksi hukum, maka sanksi tersebut bisa diberikan sebelum pengadilan menjatuhkan vonis bersalah atau tidak kepada terdakwa. Andi meminta media turut memberikan sanksi sosial tersebut.

Tags: