Securities Crowdfunding sebagai Alternatif Pembiayaan bagi UMKM dan Start-Up Company
Hukumonline Capital Market Lawyers Ranking 2022

Securities Crowdfunding sebagai Alternatif Pembiayaan bagi UMKM dan Start-Up Company

Mini-IPO atau securities crowdfunding berpotensi menjadi instrumen penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 8 Menit
Securities Crowdfunding sebagai Alternatif Pembiayaan bagi UMKM dan Start-Up Company
Hukumonline

Menjadi salah satu skema pendanaan bagi small business (UMKM dan perusahaan start-up), pada dasarnya securities crowdfunding (SCF) menganut konsep penghimpunan dana masyarakat melalui ‘patungan daring’.  Di Indonesia, landasan hukum penyelenggaraan SCF adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 57/POJK.04/2020 Tahun 2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layaran Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi sebagaimana diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 16/POJK.04/2021 (POJK No. 57/2020).

 

Partner di IABF Law Group, Almaida Askandar menjelaskan, sebelum POJK mengenai SCF ini diterbitkan, OJK telah mengeluarkan POJK Nomor 37 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi(Equity Crowdfunding). Namun, untuk mengakomodasi kebutuhan UMKM dan perusahaan start-up dalam memanfaatkan layanan urun dana sebagai salah satu sumber pendanaan, OJK melakukan perluasan instrumen efek yang dapat ditawarkan. Di dalam SCF, instrumen efek yang dapat ditawarkan tidak hanya berbentuk saham (efek bersifat ekuitas), tetapi juga dapat berupa efek bersifat utang atau sukuk.

 

“Skema SCF terbuka baik untuk usaha yang sedang menghimpun modal untuk keberlangsungan usahanya secara umum maupun untuk tujuan pendanaan suatu proyek spesifik. Misalnya pembangunan fasilitas tertentu, instalasi alat penunjang pekerjaan, bahkan pembuatan film,” kata Almaida.

 

Mengenal Layanan Urun Dana berupa Efek (Securities Crowdfunding/SCF) sebagai Mini IPO

Masyarakat yang belum familiar dengan SCF dapat membandingkan dengan jenis penghimpunan dana yang sudah lebih dahulu dikenal oleh publik, yakni pendanaan pada pasar modal konvensional (pasar modal). Menurut Associate dari IABF Law Group, Minar Julia Josetta, keduanya merupakan penghimpunan modal masyarakat yang memungkinkan penyertaan berupa saham dan efek bersifat utang atau sukuk. Bagi UMKM dan start-up company, pendanaan lewat SCF layaknya perusahaan-perusahaan yang relatif lebih besar saat melakukan penawaran umum perdana/initial public offering (IPO) melalui pasar modal.

 

“SCF sendiri memberikan akses kepada permodalan oleh masyarakat umum, sehingga dapat diumpamakan sebagai mini-IPO. Melalui SCF, UMKM dan start-up company dapat lebih cepat, mudah, dan relatif hemat untuk melakukan go public,” ujar Minar.

 

Di sisi lain, terdapat pula perbedaan-perbedaan dasar antara Mini IPO dan IPO. Dalam IPO melalui pasar modal, pihak-pihak yang terlibat memiliki peran yang kurang lebih sama dengan pihak yang terlibat dalam mini-IPO. Dalam IPO, perusahaan yang menawarkan efeknya kepada masyarakat umum melalui Bursa Efek Indonesia disebut sebagai emiten, sedangkan di dalam mini-IPO disebut penerbit.

 

Dalam skema mini-IPO ini, penerbit dan efek yang ditawarkan tidak tercatat pada Bursa Efek Indonesia. Penerbit akan menunjuk penyelenggara yang nantinya akan membuat ‘bursa’ bagi efek yang ditawarkannya melalui suatu sistem elektronik. Selain menyediakan bursa melalui sistem elektronik yang disediakan penyelenggara, penyelenggara dalam mini-IPO juga bertindak selayaknya perusahaan efek yang membantu emiten dalam proses IPO.

Tags:

Berita Terkait