Sulitnya Menegakkan Hukum Pemilu
Berita

Sulitnya Menegakkan Hukum Pemilu

Mengawasi pelanggaran administratif dan pidana.

ADY
Bacaan 2 Menit
Gedung KPU. Foto: RES
Gedung KPU. Foto: RES
Penegakan hukum menjadi salah satu kunci keberhasilan Pemilu 2014. Badan yang tugasnya berkaitan dengan penegakan hukum pemilu adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Namun dalam prakteknya, pekerjaan Bawaslu mengawasi tahapan-tahapan tak selamanya berjalan mulus.

Komisioner Bawaslu, Nelson Simanjuntak, mengakui Bawaslu kerap menghadapi kendala saat berupaya menegakkan peraturan hukum dalam pelaksanaan Pemilu. Misalnya, dalam menindak pelanggaran administratif yang dilakukan peserta Pemilu berupa pemasangan alat peraga kampanye. Biasanya, Nelson melanjutkan, pelanggaran dilakukan peserta Pemilu dengan cara memasang alat peraga kampanye seperti baliho parpol atau calon legislatif (caleg) tidak sesuai aturan.

Begitu mendapat laporan, Bawaslu menindaklanjutinya, termasuk melanjutkan laporan ke KPU. KPU biasanya memerintahkan peserta Pemilu untuk mencabut atau memindahkan alat peraga kampanye yang tidak sesuai aturan. Tapi dari pantauannya selama ini Nelson mengatakan belum ada peserta pemilu yang sukarela mencabut atau memindahkan sendiri alat peraga kampanye miliknya yang melanggar aturan.

Oleh karenanya jika peserta pemilu tidak mengindahkan perintah KPU itu, Nelson mengatakan Bawaslu melakukan upaya paksa. Caranya, Bawaslu merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) dan aparat keamanan untuk mencabutnya. Ironisnya, penegakan aturan yang dapat dilakukan Bawaslu itu kerap menghadapi kendala. Misalnya, aparat keamanan tidak dapat melakukan penertiban dengan dalih minim anggaran. Sekalipun penertiban dapat dilakukan, tapi tidak mampu bertahan lama. Sebab, alat peraga kampanye akan bermunculan lagi esok harinya ditempat yang dilarang.

“Sudah sering sekali aparat keamanan (Satpol PP) melakukan pembersihan. Tapi fenomenanya, hari ini dibersihkan, besok muncul lagi,” kata Nelson dalam diskusi di Media Center KPU Jakarta, Senin (10/3).

Bagi Nelson penyebab terjadinya kondisi itu karena terlambatnya peraturan yang diterbitkan KPU terkait pelaksanaan kampanye Pemilu 2014 yaitu Peraturan KPU No. 15 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan KPU No. 01 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Keterlambatan itu membuat para parpol dan calon legislatif (caleg) sebagai peserta Pemilu 2014 mengira ketentuan kampanye yang berlaku sekarang sama seperti periode sebelumnya. Akibatnya, peserta Pemilu sudah menyiapkan alat peraga kampanye dalam jumlah yang banyak sebelum peraturan itu diterbitkan. “Karena dipikir seperti Pemilu sebelumnya yang boleh bebas pasang alat peraga kampanye,” tutur Nelson.

Untuk pelanggaran pidana dalam kampanye, Nelson mengatakan temuan Bawaslu akan dilanjutkan kepada pihak Kepolisian. Pelanggaran kampanye yang masuk kategori pidana diantaranya peserta Pemilu berkampanye di luar jadwal dan memberikan sesuatu kepada calon pemilih. Lagi-lagi dalam upaya penegakannya kerap menghadapi. Misalnya, ada perbedaan pandangan antara Bawaslu dan aparat penegak hukum dalam menilai apakah iklan peserta Pemilu di media dapat dikategorikan pelanggaran pidana atau tidak. Ujungnya, tindak lanjut dari laporan masyarakat atas dugaan pidana dalam kampanye Pemilu belum berbuah hasil seperti harapan.

Menurut Nelson, hal itu disebabkan karena adanya celah dalam UU No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu. Misalnya, dalam ketentuan tentang kampanye disebutkan bahwa materi kampanye meliputi meliputi visi, misi, dan program partai politik. Akibatnya, muncul pandangan yang menilai jika iklan peserta pemilu yang tidak mencantumkan berbagai materi itu maka tidak dapat disebut kampanye. “Jadi kerap dipandang pihak kepolisian dan kejaksaan bukan sebagai pidana,” urainya.

Bawaslu terus mengimbau kepada seluruh peserta Pemilu untuk patuh terhadap aturan main. Apalagi, pemangku kepentingan sedang mendorong agar partisipasi masyarakat dalam Pemilu 2014 meningkat. Ketidakpatuhan peserta Pemilu terhadap regulasi menyebabkan upaya itu terhambat karena masyarakat semakin menjauhi Pemilu. “Kalau para calon tidak melakukan hal yang baik, bagaimana masyarakat mau memilih,” ucapnya.

Ketua AJI Jakarta, Umar Idris, mengaku mendapat ratusan laporan dari masyarakat di Jabodetabek berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan peserta Pemilu. Laporan itu disampaikan masyarakat lewat program MataMassa yang dapat diakses lewat website. Pelanggaran paling banyak yaitu pemberian sesuatu dari peserta Pemilu kepada calon pemilih. Bentuk pemberiannya beraneka ragam mulai dari kalender, beras sampai Kartu Jakarta Sehat (KJS). “Menurut Peraturan KPU pemberian itu termasuk pelanggaran pidana,” tandasnya.

Untuk pelanggaran administratif, Umar menambahkan, paling banyak berkaitan dengan alat peraga kampanye yang diletakan tidak pada tempatnya. Guna memberesi masalah itu Umar mendesak KPU, Kepolisian dan Kejaksaan segera menindaklanjuti laporan masyarakat itu. Jika persoalan tersebut tidak dituntaskan, dikhawatirkan akan semakin banyak pelanggaran yang nanti timbul dalam kampanye terbuka yang mulai digelar pertengahan bulan ini. “Makanya dibutuhkan tindakan tegas terhadap pelanggaran, seperti pada alat peraga kampanye dan iklan di media,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait