Tarik Ulur Delik Contempt of Court dalam RKUHP
Problematika RKUHP:

Tarik Ulur Delik Contempt of Court dalam RKUHP

Idealnya perumusan norma contempt of court tidak menyentuh/melanggar kebebasan pers. Karena itu, Pasal 329 huruf d RKUHP perlu dirumuskan kualifikasi perbuatan yang jelas agar tidak melanggar kebebasan pers.

Rofiq Hidayat/Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Dirinya tak mempersoalkan apakah aturan contempt of court nantinya diatur dalam RKUHP dan atau diatur lebih lanjut dalam UU Contempt of Court. Sepanjang aturan tersebut sudah cukup jelas memberi perlindungan terhadap lembaga peradilan dan aparaturnya tidak masalah. Yang terpenting, aturan ini diharapkan dapat meminimalisir terjadinya perilaku tercela dalam proses peradilan yang dapat mengancam kewibawaan lembaga dan hakim beserta aparatur pengadilan.

 

“Tidak ada masalah diatur dalam RUU KUHP atau UU Contempt of Court. Yang penting substansinya bisa lebih menjamin keamanan dan kewibawaan pengadilan, itu sangat bagus. Tentu, ini harus didukung, mesti kita tidak bisa lebih jauh untuk merumuskannya,” katanya.

 

Perlu dilengkapi UU khusus

Juru Bicara MA, Suhadi menuturkan awalnya MA mengharapkan aturan contempt of court diatur khusus dalam UU tersendiri. Hanya saja, apabila tindak pidana ini dituangkan dalam RKUHP sebaiknya hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum dan jumlah pasalnya tidak terlampau banyak. Selanjutnya, UU Contempt of Court mengatur lebih komprehensif lagi.

 

Misalnya, mengatur lebih khusus bentuk perlindungan terhadap tindakan pelecehan atau penghinaan terhadap aparatur pengadilan. Seperti, hakim, panitera, juru sita, hingga pihak-pihak yang terlibat dalam proses peradilan. “Yang pasti, hakim kita membutuhkan aturan tersebut,” ujarnya melalui sambungan telepon.

 

Menurut Hakim Agung Kamar Pidana ini aturan dalam RKUHP mesti diperkuat atau dilengkapi dengan UU khusus yang mengatur tindak pidana contempt of court. Soalnya, ruang lingkup tindak pidana contempt of court cukup luas, tak hanya jaminan perlindungan aparatur pengadilan yang menjadi objek pelecehan, tetapi juga pelecehan terhadap lembaga peradilan.

 

“Kualifikasi contempt of court, bukan hanya keributan di persidangan, tapi juga perlu bentuk proteksi,” ujarnya.

 

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W Eddyono berpendapat pasal tersebut bersinggungan dengan hak kebebasan berpendapat, hak atas informasi, dan kemerdekaan pers. Karena itu, ketidakjelasan pasal-pasal contempt of court bergantung pada penjelasannya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait