Terlibat ACFTA, Kebijakan Nekat Pemerintah
Edisi Akhir Tahun 2009:

Terlibat ACFTA, Kebijakan Nekat Pemerintah

Sejak diberlakukan ACFTA pada tahun 2005, neraca perdagangan Indonesia-China menjadi jomplang dan surplus perdagangan Indonesia terhadap China terus menurun.

Yoz
Bacaan 2 Menit
ACFTA bisa mengancam sejumlah industri di Tanah Air. <br> Foto: Sgp
ACFTA bisa mengancam sejumlah industri di Tanah Air. <br> Foto: Sgp

Tahun 2009, banyak kebijakan yang diambil pemerintah dalam sektor perdagangan. Salah satunya memutuskan untuk terlibat dalam ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) di tahun 2010. Keputusan ini menuai pro dan kontra dari kalangan ekonom dan industriawan. Produk-produk China yang terkenal murah, menjadi pertimbangan tersendiri bagi pihak yang menentang kebijakan tersebut. ACFTA, bak keputusan pemerintah yang penuh kekagetan dan ketidaksiapan.

 

Tak bisa dipungkiri, hingga kini serbuan produk-produk China sulit dihindari di pasar domestik. Ironisnya, pemerintah seakan tak bisa berbuat banyak untuk mengatasi hal yang satu ini. Beragam kebijakan sudah dibuat, tapi nyatanya, pengusaha lokal masih menjerit mengatasi serbuan produk China. Alasannya apalagi, kalau bukan harga dari produk negara tirai bambu itu sangat murah.

 

Kritik pun berdatangan. Dari kalangan pengusaha, misalnya. Menurut Executive Committee Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Purwono Widodo, penerapan perjanjian FTA antara Indonesia dengan China bisa menghancurkan industri nasional dan memunculkan PHK secara besar-besaran. Soalnya, kebijakan yang membebaskan biaya masuk impor menjadi 0 persen merupakan berkah bagi China untuk melakukan kolonialisme pasar di Indonesia. Ia memperkirakan akan banyak industri baja yang gulung tikar bila kerjasama tersebut diterapkan.


Dikatakan Purwono, adanya ketidaksiapan sektor industri baja dalam menghadapi penerapan ACFTA, antara lain karena tidak adanya dukungan perangkat Counter Measures seperti antidumping duty (AD), countervailing duty (CVD) dan safeguard. “Yang diharapkan dari sektor industri baja Nasional adalah agar dalam FTA Asean–China, sektor industri baja dimasukkan dalam kategori HSL (Highly Sensitive List), yang mana penerapannya dimulai pada tahun 2018,” ujarnya,

 

Bukan itu saja, kecaman datang dari DPR. Bahkan, beberapa anggota dewan yang duduk di Komisi VI mengancam akan menggunakan hak angket terkait kebijakan pemerintah ini. Dalam rapat kerja dengan Menteri Perindustrian, anggota Komisi VI DPR Nasril Bahar mengatakan hak angket mungkin dianggap untuk meminta penjelasan dari pemerintah soal pertanggungjawaban Menteri Perdagangan mengenai kesiapan Indonesia menyongsong ACFTA. Padahal menurutnya, industri dalam negeri belum siap. “Itu akan dicetuskan nanti di 2010. Kami minta pertangungjawaban menteri perdagangan,” tegasnya.

 

Seperti diketahui, dalam tingkat regional ASEAN, Indonesia telah sepakat melaksanakan ACFTA yang telah ditandatangani pada November 2002. Dalam ACFTA disepakati mengenai penurunan atau penghapusan tarif bea masuk yang terbagi dalam tiga tahap yaitu, pertama, early harvest programme (EHP) yakni penurunan atau penghapusan bea masuk seperti produk pertanian, kelautan perikanan, makanan minuman dan lain-lain, yang dilakukan secara bertahap sejak 1 Januari 2004 hingga 0 persen pada 1 Januari 2006.

Halaman Selanjutnya:
Tags: