‘Titipan’ Komisi III DPR Buat Calon Pimpinan PPATK Baru
Berita

‘Titipan’ Komisi III DPR Buat Calon Pimpinan PPATK Baru

PPATK bisa mendorong dua RUU, yakni RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Diskusi yang digelar PUKAU di Jakarta. Foto: NNP
Diskusi yang digelar PUKAU di Jakarta. Foto: NNP
Masa jabatan pimpinan pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) segera berakhir. Tepat pada 26 Oktober 2016 nanti, Presiden Joko Widodo akan memilih pemimpin baru untuk menggantikan Kepala PPATK, M Yusuf dan Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso.

Namun, kurang lebih dua pekan menjelang akhir masa jabatan, hingar bingar siapa sosok yang dianggap tepat mengisi kursi di pucuk pimpinan belum terdengar, bila dibandingkan dengan proses suksesi di lembaga negara lain, seperti misalnya, calon pimpinan KPK, calon Jaksa Agung, atau bahkan pemilihan calon Hakim Agung. Nampaknya proses pergantian pada lembaga Financial Intelligence Unit (FIU) itu jauh dari kesan heboh.

Meski begitu, ternyata DPR RI melalui Komisi III punya perhatian sendiri. Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani mengatakan bahwa pimpinan PPATK yang baru akan diangkat mestinya bisa lebih baik dari dari pimpinan PPATK periode saat ini. Pernyataan itu sama sekali tak bermaksud mengkritik kinerja Yusuf dan Agus. Justru, Arsul melihat kondisi PPATK sudah baik dari segi tata kelola organisasi dan transparansi dalam anggaran.

“Kita ingin jangan sampai hal yang sudah baik itu ketika pergantian malah mundur, harus lebih baik,” katanya dalam diskusi publik yang digelar Pusat Kajian Anti Pencucian Uang (PUKAI) bertajuk “Mencari Sosok Ideal Pimpinan PPATK” di kampus Pascasarjana UI, Kamis (6/10). (Baca Juga: Presiden Harus “Jemput Bola” Calon Pimpinan PPATK)

Supaya lebih baik, lanjut Arsul, tugas dan peran PPATK mestinya bisa lebih diperluas. Caranya, PPATK bisa mendorong dua Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mana dengan undang-undang itu PPATK akan memiliki wewenang yang lebih luas dari saat ini. Dua RUU tersebut adalah RUU Pembatasan Penggunaan Uang Kartal dan RUU Perampasan Aset.

Ambil satu contoh misalnya, RUU Perampasan Aset. Dengan RUU tersebut, peran PPATK dalam hal penyelalamatan aset dari tindak pidana korupsi bisa diperluas. Misalnya, aset koruptor pada perbankan atau aset dalam bentuk fisik seperti mobil bisa dirampas dan dilelang oleh negara secara lebih cepat. Dampaknya, penggantian kerugian keuangan negara bisa lebih dimaksimalkan.

“Katakanlah disita mobil Jaguar atau Lamborgini harus menunggu proses hukum sampai berkekuatan tetap, yang itu mungkin 2-3 tahun dan mobilnya mangkrak. Ketika dilelang kan jadi murah, udah rusak mobilnya. Kalau dilelang langsung, uangnya ditempatkan di rekening penegak hukum, kalau dia bebas bisa dikembalikan uangnya,” paparnya.

Contoh lainnya misalnya, ketika asetnya dalam bentuk perkebunan sawit. Dengan adanya perampasan aset, perkebunan sawit tersebut bisa dirampas oleh negara dan negara bisa menunjuk manajer investasi independen dan profesional untuk mengelola aset tersebut sehingga penggantian kerugian keuangan negara bisa lebih dioptimalkan.

Dikatakan Arsul, oleh karena dua RUU tersebut merupakan usulan dari pemerintah, maka ia berharap pemerintah bisa cepat mendorong dua RUU tersebut agar bisa masuk dalam Proglegnas Prioritas 2017. Sebab, saat ini RUU tersebut sudah masuk dalam Prolegnas 2015-2019. Ia siap mengawal pembahasan kedua RUU tersebut.

“Itukan RUU usulan dari pemerintah. Tentu kita di DPR akan bilang, eh inikan RUU kalian yang usulin, kalian dong yang dorong, kita yang setuju. Etikanya kan harus begitu,” kata Arsul. (Baca Juga: PPATK Beri Usulan untuk Paket Kebijakan Hukum Jokowi)

Usulkan ke Presiden
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif mengatakan bahwa pihaknya akan menyampaikan mengenai pentingnya RUU Perampasan Aset kepada Presiden Joko Widodo. Tak cuma bagi KPK, menurutnya RUU Perampasan Aset juga penting dalam mempermudah pekerjaan Kejaksaan Agung dan termasuk PPATK. Selain itu, RUU tersebut merupakan salah satu bagian dari poin yang akan masuk dalam Paket Kebijakan Hukum mendatang.

“RUU ini sudah lama ada, tapi kami upayakan menyampaikan kepada presiden bahwa tentang perampasan aset ini penting buat semua,” kata Laode.

Ia menuturkan, dua hal yang akan diatur dalam RUU Perampasan Aset. Pertama, seseorang yang tidak dapat menjelaskan asal usul harta yang dikuasai, maka itu akan menjadi bagian dari negara. Kedua, aset-aset yang dimiliki tetapi bukan atas namanya juga akan menjadi subjek yang diatur.

Sementara itu, Arsul menyarankan agar draf RUU Perampasan Aset kembali dikaji. Pihak yang paling tepat, katanya, adalah penegak hukum itu sendiri. Sebab, lembaga penegak hukum lebih memahami mana substansi yang paling mereka butuhkan dalam rangka penegakan hukum. Selain itu, ia meminta agar lembaga penegak hukum juga berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan HAM terkait rencana pengusulan RUU tersebut.

“Kalau kita lihat dari sisi pembidangan legislatif dan eksekutif, itu mereka kan termasuk eksekutif. Bicaralah dengan Menteri Hukum dan HAM. Di sana ada Ditjen Perundang-undangan. Kalau fraksi PPP mendukung,” sebutnya.
Tags:

Berita Terkait