“Utak Atik” Kewenangan Pencabutan Hak Remisi dan PB
Fokus

“Utak Atik” Kewenangan Pencabutan Hak Remisi dan PB

Pencabutan hak remisi dianggap tidak sesuai falsafah pemasyarakatan. Kewenangan pencabutan hak remisi ingin dialihkan kepada hakim.

NOV
Bacaan 2 Menit

Menurut Yasonna, sebagai bagian dari sistem peradilan pidana, Ditjen PAS memiliki falsafah yang sedikit berbeda dengan penegak hukum. Ditjen PAS memandang pemidanaan bukan sebagai pemenjaraan melainkan upaya pembinaan narapidana agar kelak dapat kembali ke masyarakat sebagai manusia yang lebih baik.

“Sudah saatnya kita meletakan porsi-porsi itu secara benar. Menjadi sangat ironi, Kementerian ini adalah Kementerian Hukum dan HAM, kalau pada saat yang sama di dalam pengelolaan lembaga pemasyarakatan tidak menempatkan atau menghargai hak-hak asasi dari para warga binaan yang ada di sana,” katanya.

Untuk itu, Yasonna merasa perlu adanya pembenahan jika ingin mengurangi hak-hak warga binaan. Sesuai falsafah pemasyarakatan, Ditjen PAS tidak boleh mengurangi hak-hak warga binaan. Ditjen PAS bertugas melakukan pembinaan terhadap narapidana. Justru ujung dari pemberian hukuman berada di tangan hakim.

Sebagaimana diketahui, di era kepemimpinan Menkumham Amir Syamsuddin, telah terbit sejumlah kebijakan mengenai pengetatan hak-hak warga binaan. Beberapa diantaranya, Permenkumham No.21 dan Surat Edaran Menkumham No.M.HH-13.PK.01.05.06 Tahun 2014 tentang pelaksanaan PP No.99 Tahun 2012.

Bahkan, Amir bersama Wamenkumham Denny Indrayana menginisiasi terbitnya PP No.99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP No.32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP itu memberikan pengetatan syarat bagi warga binaan kejahatan terorganisir, seperti korupsi.

Akibat pengetatan tersebut, Ditjen PAS kerap menjadi sasaran empuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan para pegiat anti korupsi. Tengok saja ketika terpidana kasus korupsi Hartati Murdaya mendapatkan pembebasan bersyarat. Permasalahan ini sempat memantik ketidaksepahaman antara kedua lembaga.

Dengan demikian, Yasonna membuat suatu “gebrakan” dengan mewacanakan agar pencabutan atau pengurangan hak-hak terpidana tidak lagi menjadi domain Kemenkumham, melainkan lembaga yudikatif. Hal itu dilakukan demi mengembalikan marwah pemasyarakatan sebagai lembaga pembinaan narapidana.

Tags:

Berita Terkait