Yayasan Trisakti Berharap Eksekusi Berjalan Damai
Berita

Yayasan Trisakti Berharap Eksekusi Berjalan Damai

Pihak Usakti tetap menolak eksekusi itu.

ASh
Bacaan 2 Menit
Luhut Pangaribuan kuasa hukum Yayasan Trisakti. Foto: Sgp
Luhut Pangaribuan kuasa hukum Yayasan Trisakti. Foto: Sgp

Detik-detik menjelang pelaksanaan eksekusi kasus sengketa kepemilikan Universitas Trisakti semakin dekat. Rencananya, pihak Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan menggelar eksekusi pada tanggal 19 Mei 2010. Eksekusi ini menindaklanjuti Putusan Mahkamah Agung No 821/K/PDT/2010 tertanggal 28 September 2010 yang memenangkan pihak Yayasan Trisakti.

 

Kuasa hukum Yayasan Trisakti, Luhut Pangaribuan berharap pelaksanaan eksekusi akan berjalan lancar. Dia bahkan sangat berharap pelaksanaan eksekusi nantinya steril dari tindak kekerasan. “Kami minta agar semua pihak menghormati hukum yang ada dan berlaku kooperatif,” kata Luhut dalam siaran pers, Rabu (18/5).  


Luhut mengaku punya alasan untuk khawatir karena belakangan muncul banyak isu yang
mencoba untuk membakar suasana menjelang pelaksanaan eksekusi. “Karena itu, kami minta semua pihak menahan diri, biarkan hukum yang bekerja,” harapnya lagi.

 

Di luar itu, Luhut menyoroti langkah sejumlah pihak yang menggiring kasus ini ke ranah politik. Salah satu caranya adalah dengan menyambangi gedung MPR/DPR. Luhut menegaskan bahwa sengketa kepemilikan Universitas Trisakti adalah murni kasus hukum, dan putusannya sudah sangat jelas.

 

Sementara itu, Ketua Tim V Yayasan Trisakti Anak Agung Gde Agung mengatakan pihaknya sudah menghadap Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Sutarman atas rencana eksekusi ini. Kapolda, kata Gde Agung, menyatakan siap menjaga kelancaran eksekusi. "Kapolda sudah paham kondisinya dan menyatakan berpihak pada hukum,” klaimnya.

   

Gde Agung mengatakan jika sampai bentrok fisik terjadi dan itu disebabkan oleh pihak-pihak yang menghalangi eksekusi, maka mereka bisa diancam pidana. “Diancam pidana tujuh tahun jika dilakukan oleh dua orang atau lebih atau delapan tahun enam bulan jika berakibat luka atau 12 sampai 15 tahun jika luka berat atau sampai ada yang meninggal, itu diatur dalam Pasal 214 KUHP,” katanya.

   

Dia menambahkan perlu sikap ksatria untuk menerima putusan ini. “Jadi mari kita semua berpikir waras demi masa depan pendidikan bangsa ini,” tambahnya.

 

Terpisah, Kuasa Hukum Rektorat Usakti Abdul Fickar Hadjar menilai putusan kasasi tidak bisa dieksekusi. Sebab, putusan itu tidak hanya melarang Thoby Mutis dkk masuk dan menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi di lingkungan kampus Usakti, tetapi berimplikasi luas karena ada frasa “siapapun tanpa kecuali”.

 

“Putusan tidak bisa dieksekusi, karena selain memerintahkan orang untuk keluar dan melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi, juga melarang semua orang yang diberikan kewenangan. Itu berarti mengusir semua orang di dalamnya,” kata  Fickar, saat dihubungi wartawan.

 

Fickar mengaku pihaknya sudah menghadap Komisi III DPR. Hasilnya, dia memperoleh surat dukungan penundaan eksekusi yang ditandantangani oleh tiga anggota Komisi III yakni Eva Sundari, Didi Irawadi Syamsudin, dan Suharsono.


Fickar juga menyebut dasar hukum yang digunakan MA melegitimasi Yayasan Trisakti sebagai Pembina dan Pengelola Badan Penyelanggara Universitas Trisakti yaitu SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 281/U/1979 tanggal 31 Desember 1979 itu adalah cacat hukum.

 

“Persoalannya apakah Menteri berwenang karena itu aset negara. Sebenarnya, SK Mendikbud tahun 1979 itu cacat hukum karena dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang kepada Yayasan,” katanya.

 

Untuk itu, kata Fickar, pihaknya akan melawan eksekusi itu agar dibatalkan. “Kami menolak eksekusi ini, tetapi tidak dengan kekuatan fisik,” kata Fickar.

 

Untuk diketahui, sengketa kepemilikan ini bermula ketika Rektor Usakti Thoby Mutis mengubah Statuta Usakti yang memangkas wewenang Yayasan Trisakti saat pemilihan rektor pada 2002. Lalu, Kubu Thoby mendirikan Badan Hukum Pendidikan Universitas Trisakti dengan Akta No 27/2002, tetapi nyatanya tidak diakui pemerintah dan pengadilan.

 

Tak terima dengan keputusan itu, Yayasan menggugat sejumlah pimpinan Usakti ke pengadilan dan menang. Pada Desember 2003, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan sebagian gugatan Yayasan Trisakti. Majelis hakim pimpinan Ridwan Nasution memangkas hampir semua wewenang Rektor untuk mengelola universitas dan menyerahkannya ke yayasan termasuk hak pengelolaan rekening bank.

 

Kemudian, permohonan kasasi yang dimohonkan Thoby Mutis dkk yang mewakili Senat dan Forum Komunikasi Karyawan Usakti pun ditolak MA lewat putusan kasasi No. 821/K/PDT/2010 tertanggal 28 September 2010. Salah satu amar putusan tersebut melarang para tergugat (Thoby dkk) masuk lingkungan Kampus Usakti.

Tags:

Berita Terkait