Hakim Minta Texmaco dan Kompas Berdamai
Berita

Hakim Minta Texmaco dan Kompas Berdamai

Ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Silvester Djuma, menyarankan agar pihak Texmaco Group dan Kompas mengupayakan perdamaian. Jika tidak berhasil, pembacaan gugatan Texmaco akan diteruskan pekan depan.

Mys
Bacaan 2 Menit
Hakim Minta Texmaco dan Kompas Berdamai
Hukumonline

Permintaan itu disampaikan Djuma dalam sidang di PN Jakarta Pusat (02/06). Persidangan dipadati pengunjung yang sebagian besar adalah kalangan jurnalis. Majelis yang sama juga menyidangkan dua berkas gugatan Texmaco kepada Tempo. Namun, sidang ini tidak bisa terlaksana karena tak satu pun dari tergugat maupun kuasa hukumnya datang.

 

Majelis menjelaskan bahwa sesuai hukum acara perdata, hakim harus menawarkan langkah damai terlebih dahulu kepada para pihak sebelum gugatan dibacakan. Atas permintaan itu, kedua pihak menyatakan akan mengupayakan selama seminggu ke depan.

 

Melalui kantor pengacara Otto Cornelis Kaligis & Associates, Texmaco Group yang dikomandoi Marimutu Sinivasan menggugat Kompas dan Tempo karena pemberitaan kedua media cetak tersebut.

 

Namun, tidak dijelaskan bagian atau berita mana yang dinilai bermasalah. Kedua pihak enggan memberikan penjelasan detail seputar materi gugatan. "Gugatan kan belum dibacakan," ujar YB Purwaning M. Yanuar, salah seorang kuasa hukum penggugat, memberi alasan.

 

Namun berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, Texmaco mengajukan gugatan terhadap Jacob Utama dan Suryopratomo, masing-masing selaku Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi Kompas, serta terhadap PT Kompas Media Nusantara, perusahaan yang menerbitkan harian tersebut.  Ketiga tergugat dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum.

 

Perbuatan hukum dimaksud adalah pemberitaan Kompas pada periode 30 November 1999 – April 2003. Pemberitaan Kompas sepanjang mengenai bos Texmaco, Marimutu Sinivasan, dianggap telah menimbulkan kerugian kepada yang bersangkutan. Bahkan, menimbulkan reaksi negatif kalangan usaha, sehingga berpengaruh kepada bisnis yang digeluti penggugat.

 

Purwaning M. Yanuar enggan menjelaskan tulisan mana yang menimbulkan efek negatif kepada kliennya. "Pokoknya tulisan sejak 1999 hingga 2003. Titik," katanya, seraya berusaha menghindari pers.

Halaman Selanjutnya:
Tags: