KPPU: Indikasi Kartel di Industri Semen Makin Kuat
Utama

KPPU: Indikasi Kartel di Industri Semen Makin Kuat

“Indikasi kartel memang harga naik, tetapi kalau tidak ada perundingan apakah sudah dapat dikatakan sebagai suatu kartel? Ini yang sebenarnya saya ingin tanyakan,” tutur Urip Timuryono, Ketua Asosiasi Semen Indonesia.

M-7
Bacaan 2 Menit
Industri semen terus disorot KPPU. Foto: dok PT Holcim Indonesia Tbk.
Industri semen terus disorot KPPU. Foto: dok PT Holcim Indonesia Tbk.

Dugaan adanya praktik Kartel yang dilaporkan beberapa produsen semen di Indonesia akhirnya berlanjut ke tahap pemeriksaan pendahuluan. Sejak April 2009 yang lalu, akhirnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan dugaan kartel yang dilakukan oleh produsen semen bisa masuk pada tahap pemeriksaan pendahuluan. Hal ini diungkapkan oleh Ahmad Junaidi, di Gedung KPPU, Kamis (14/1). Menurut Junaidi, pemeriksaan pendahuluan akan dimulai pada 14 Januari 2009 hingga 30 hari kerja, sesuai dengan batas waktu yang diberikan undang-undang kepada KPPU.

Junaidi mengungkapkan ada delapan produsen semen yang diduga melanggar Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Mereka adalah PT Semen Andalas Indonesia, PT Semen Padang, PT Semen Baturaja, PT Indocement Tunggal Prakarsa, PT Holcim Indonesia Tbk, PT Semen Gresik (Persero) Tbk, PT Semen Tonasa, dan PT Semen Bosowa Maros.

Sebagai informasi, Pasal 11 UU No. 5/1999 mengatur, “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan  mengatur produksi, dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat”.

Dari hasil pemeriksaan KPPU, terungkap bahwa akibat dari struktur pasar di industri semen dalam pasar yang oligopolistik—suatu bentuk pasar dimana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa penjual atau perusahaan—maka potensi terjadinya praktik kartel sangat besar.

Selain itu, ada tiga hal mendasar yang ditemukan KPPU dan memperkuat indikasi bahwa kedelapan produsen semen tersebut melakukan praktik kartel. Pertama, berdasarkan tren kapasitas dan volume penjualan, terdapat indikasi bahwa perusahaan semen seolah-olah menahan diri untuk mensuplai semen, padahal permintaan akan semen semakin meningkat. Ada kesengajaan yang diciptakan oleh produsen semen membiarkan kelebihan kapasitas (idle capacity). Hal ini terlihat dari data KPPU, dimana kapasitas produksi kedelapan perusahaan tersebut mencapai 56 juta ton untuk tahun 2008, sedangkan konsumsi nasional hanya 38 juta ton per tahun dan volume penjualan 35 juta ton. Sehingga ada permintaan yang tidak terpenuhi sebesar 2,6 juta ton. "Artinya ada over demand. Ada konfigurasi yang anomali dimana suplai banyak, penjualan stabil," ujar Junaidi.

Kedua, ditinjau dari biaya produksi. Seperti diketahui industri semen menggunakan bahan baku utama batu bara. Dari hasil temuan KPPU, ketika harga batu bara turun, harga semen malah naik.

Ketiga, jika dibandngkan dengan negara-negara lain, harga semen di Indonesia relatif tinggi. Junaidi mencontohkan, harga semen di Malaysia hanya AS$75 per ton, China AS$75 per ton, Pakistan AS$89 per ton dan India sebesar AS$67 per ton. Sedangkan di Indonesia, harga semen Rp51.000-Rp52.000 untuk semen yang berkapasitas 40 kilogram.

Selain faktor-faktor tersebut, KPPU juga menemukan ada dua perusahaan semen yang menaikkan harga pada hari yang bersamaan di wilayah Sumatera. Hal lain yang mengejutkan dari hasil temuan KPPU adalah harga semen di sekitar pabrik jauh lebih tinggi dari pada di luar daerah pabriknya. Dan anehnya ketika ada pesaing yang masuk ke wilayah tersebut, harganya sama.

“Padahal seharusnya pelaku usaha bergerak secara independen sehingga dapat bersaing. Ini adalah upaya penyelamatan harga komoditas pokok, semen tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan dasar manusia ketika membangun rumah apalagi saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya membangun infrastruktur,” tutur Junaidi.

Bantah ada kartel
Dihubungi melalui telepon, Ketua Asosiasi Semen Indonesia Urip Timuryono membantah adanya kartel di industri semen. Menurut Urip, perilaku yang dapat dikatakan kartel adalah jika ada perundingan dari pelaku usaha untuk mengatur harga dan pasar. ”Indikasinya memang harga naik, tetapi kalau tidak ada perundingan apakah sudah dapat dikatakan sebagai suatu kartel? Ini yang sebenarnya saya ingin tanyakan, tuturnya.

Jika ada dua perusahaan yang sama-sama menaikkan harga secara bersamaan, Urip menilai hal itu tidak membuktikan bahwa kedua perusahaan telah melakukan kartel. ”Kalau perusahaan pesaing menaikkan harga, kenapa saya tidak?” tambahnya.

Selain itu, Urip juga membantah pernyataan KPPU yang menyatakan bahwa kendati harga batu bara sebagai faktor produksi yang penting dalam pembuatan semen turun, namun harga semen tidak turun. ”Begini, pabrik semen itu tidak membeli batu bara secara eceran, tapi secara kontrak tahunan. Pada saat harga batu bara naik, pabrik semen mendapat harga seperti di awal tahun yang belum naik, sehingga harganya sama. Namun pada waktu harga turun, karena batu baranya dibeli di awal tahun yang harganya masih tinggi, dia tidak mendapat keringanan,” tandasnya.

Tags: